Path Facebook Instagram Twitter Google+

Jember Aku Datang!

Berapa lama kamu pernah meninggalkan rumah dan keluargamu, berkelana maupun menetap di belahan bumi yang lain seorang diri? Jujur paling lama aku meninggalkan rumah beserta keluarga hanya seminggu, itupun masih tinggal bersama keluarga jauh dalam suatu waktu untuk menghabiskan sisa hari libur. Sungguh waktu yang teramat singkat bagi seorang petualang tapi aku bukanlah petualang, aku hanyalah seorang anak bungsu yang agak manja dan belum pernah jauh dari keluarga. Di dunia ini ada banyak orang yang dengan susah payah meregang impian di tanah orang. Aku suka mendengar pengalaman serta cerita orang tentang pengalaman hidupnya dan aku juga suka membaca kisah-kisah petualang bocah negeri ini dlam meraih impian dan cita-citanya.

Aku ingin seperti mereka, merasakan sendiri pengalaman hidup terpisah dari keluarga. Aku ingin memiliki rasa cinta dan rindu yang tertanam dalam hati. Aku ingin memiliki kampung halaman dan menjadi kaum urban. Aku ingin melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Aku ingin menjadi seperti Ayahku bahkan lebih. Mengapa harus menjadi seperti Ayahku? Konon Ayahku meninggalkan kampung halamannya di desa kecil Tlanak, kecamatan Kedungpring, Babat - Lamongan sejak beliau lulus SMP. Kota tujuannya adalah kota kelahiranku, Surabaya. Bersama teman sekampungnya beliau meneruskan sekolah dan menetap di rumah salah seorang kerabat. Lama menetap membuatnya terpincut dengan gadis Surabaya, Ibuku, lalu menikah dan terus menetap sampai saat ini. Yang ingin aku tiru adalah semangat beliau berjuang meraih pendidikan di tanah orang. Kalau bisa nantinya jika aku memiliki istri, aku ingin yang berasal dari tanah kelahiranku juga.

Jika melihat usiaku yang hampir menginjak 20 tahun dalam tiga bulan ke depan seharusnya aku sudah bisa hidup mandiri atau paling tidak sudah bisa lepas dari pemberian orang tua. Tapi aku belum bisa melakukan hal yang sudah sepatutnya itu. Selama masih tinggal bersama keluarga bisa dibilang aku cukup manja. Rasa sayang Ibu kepadaku melebihi rasa sayangnya terhadap kedua kakak perempuanku. Di luar rumah ibu jarang berbicara tentang kelebihanku malah terlampau sering berbicara tentang keburukanku. Tapi di dalam rumah aku selalu jadi anak tersayangnya. Itulah ibuku dan begitu pula diriku si bungsu yang manja.

Jember. Sungguh tak pernah terlintas bahwa aku akan melanjutkan pendidikan perguruan tinggiku di kota kecil itu. Setelah dua kali sudah aku ditolak mentah-mentah dari ujian masuk PTN, pada kesempatan ketiga inilah aku baru bisa menembus gerbang impian para pemuda pemudi seluruh Indonesia agar bisa duduk di bangku perkuliahan. Aku sudah sempat duduk di bangku kuliah yang lebih condong ke kursus selama dua tahun ini namun aku masih belum puas. Dari situlah aku kembali merajut mimpi akan kembali berkesempatan menjadi mahasiswa yang sesungguhnya. Surabaya, tempat aku dilahirkan dan dibesarkan cukup jauh dari impianku. Dua kali pertaruhan nasib tetap memilih Surabaya sebagai tempat melanjutkan pendidikan telah membukakan mataku bahwa perjuanganku bukanlah di sana. Inilah saat dimana aku harus menentukan roda kehidupanku sendiri. Menjadi anak rantau.

Selain Ayahku sendiri, masih ada beberapa orang lagi yang menginspirasiku dan semakin mengukuhkan niatku meraih segala impian walau harus berpisah jauh dari orang-orang tersayangnya. Sahabatku SMA Rino Isman yang telah membukakan cakrawala baru tentang kisah dunia anak kuliah di rantau orang membuatku ingin merasakan juga pahit manis kehidupan macam itu. Kisah tertulis dari beberapa orang hebat seperti Habiburrahman El-Shirazy, Andrea Hirata, Nh. Dini, Ahmad Fuadi, Windhy Puspitadewi, Iwan Setyawan yang walau terkadang kisah dalam buku mereka dibumbui sedikit fiksi tetapi semangat dalam tulisannya melecut bagai cambuk yang tidak kasat mata pada diriku.

Aku kembali mengingat-ingat tentang impian masa kecilku. Kebiasaanku yang suka membaca sedari kecil membuatku pernah bercita-cita menjadi seorang penulis buku. Selain itu aku juga mengingat kembali pada mata pelajaran apa saja aku bisa menguasainya, menyukainya dan mendapat nilai yang lumayan bagus. Kedua ingatan yang samar-samar mulai terkikis itu semakin memuluskan jalanku dalam menyadari kemampuan diri. Pilihanku semakin jelas dan tertambat pada impian juga harapan.

Kakakku yang selalu mewanti-wanti agar bersekolah di Surabaya saja dulu nanti kalau sudah kerja terserah mau memilih kemana kini sudah mengizinkanku. Ayah apalagi. Yang tersisa hanya pendapat Ibu yang masih setengah-setengah. Kadang wejangan beliau terasa menguatkan hati dan menghilangkan beban tetapi juga terkadang ada beberapa perkataan yang sepertinya agak memberatkan kepergianku. Ah... sungguh derita anak manja. Ibu, Ayah, Kakak, keluarga besar dan juga semuanya yang mengenalku, aku mohon doa dari kalian semua agar aku bisa menempuh pendidikanku di tanah orang dengan baik dan bisa segera kembali menjadi seorang yang lebih berguna.

 

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidupmterasa setelah berjuang

Aku melihat air mennjadi rusak setelah diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

Imam Syafii

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Jember Aku Datang!

Sebutir Cerita Tentang Sahabat

Bersyukurlah bila kamu punya sahabat yang begitu dekat dari waktu ke waktu. Aku pernah memiliki seorang sahabat ketika masa anak-anak tapi aku tak menyadari bahwa perbuatanku yang lebih suka beraktivitas seorang diri membuat hubungan itu rusak. Suatu ketika sahabatku di sekolah mengalami patah tulang di bagian tangannya. Setelah berselang beberapa hari paska kejadian aku bersama dengan teman-teman sekelas juga Ibu guru ramai-ramai menjenguk ke rumahnya. Walau bersahabat aku tak pernah tau dimana rumah sahabatku itu sehingga aku terpesona dengan keindahan kampung yang kami lintasi. Untuk sesaat aku masih berada di sana bersama dengan yang lain tapi kemudian aku terbujuk dengan ajakan anak baru yang cukup memiliki pengaruh karena kelihatan dari penampilannya yang lebih keren dan mencolok dari teman-teman yang lain. Aku meniggalkan rumahnya mendahului yang lain tanpa pernah terlihat oleh sahabatku. Begitu dia sudah bisa kembali ke sekolah aku baru merasakan dampak dari perbuatan bodohku itu. Dia pernah bertanya sekali padaku kenapa aku tidak menjenguknya? Aku sudah berusaha menjelaskan kalau aku datang ke rumahnya namun aku kembali lebih dulu dari yang lain tapi rasanya ia masih tak percaya dan kecewa padaku. Sejak saat itu rasanya kami tak ubahnya teman sekelas biasa, tak ada rasa saling terikat yang lebih lagi. Saat SMP giliranku yang mengalami patah tulang di bagian kaki. Sahabatku itu masih satu sekolah denganku, bahkan kami masih satu kelas saat MOS. Selepas itu kami sudah berlainan kelas. Beberapa teman sekelas yang cukup dekat menjengukku ke rumah. Saat itu barulah aku sadar dan mengerti perasaan sahabatku SD ketika tak menemukan sahabatnya menjenguk dirinya.  Aku bersyukur ketika masih ada teman yang menjengukku. Dan ketika hari pertama aku kembali ke sekolah barulah teman-teman yang tidak ikut menjenguk ke rumah datang ke kelasku. Sungguh, menjenguk orang sakit yang terlihat sepele di mata seseorang yang sedang sehat sangat berarti di mata seseorang yang sedang sakit tersebut.

Segala sesuatu yang telah berlalu adalah pelajaran yang berharga, kelak di kemudian hari jangan lupa menengoknya karena pasti ada pelajaran di balik semua itu. 

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Sebutir Cerita Tentang Sahabat

Sebutir Cerita Ibuku

Ibu pernah bercerita bahwa saat berusia 3 tahun aku pernah terserang penyakit demam berdarah. Ibu benar-benar khawatir dengan keadaanku yang sudah beberapa malam demam tinggi. Di malam ke tiga Ibu mendapat pesan dari seorang kakek lewat mimpi. Beliau menyuruh Ibu segera membawaku berobat. Sontak ibu terbagun dari tidurnya dan segera menghiraukan Ibu dan berkata agar ke dokternya besok pagi saja. Lalu Ibu bercerita akan mimpinya barusan. Akhirnya Ibu dan Bapak pun membawaku ke dokter malam itu juga. Begitu selesai memeriksa keadaanku, dokter berkata pada orangtuaku bahwa telat beberapa jam saja mungkin nyawaku sudah tidak bisa di tolong. Ibuku benar-benar bersyukur telah membawaku malam itu juga. Begitu dipastikan bahwa aku terserang demam berdarah dan harus mejalani rawat inap di sana, Ibu tak pulang ke rumah walaupun tetap tidak bisa menjagaku secara langsung. Melihat, hanya melihatku dari balik kaca yang bisa Ibuku perbuat karena ruangan pasien demam berdarah tidak boleh dijaga. Ketika melihatku meronta ketakutan dan menangis ketika di gendong oleh suster mungkin Ibu ingin sekali menggantikan suster itu dan membelai lembut tubuhku serta berbisik di telingaku agar jangan takut, anak laki-laki Ibu tidak boleh jadi seorang penakut lalu mengecup lembut keningku.

Manusia adalah makhluk hidup yang begitu rapuh. Tanpa bantuan manusia lain mungkin manusia bisa mati.

Masa-masa Taman Kanak-kanak adalah masa emasku. Aku sering ikut lomba mewarnai dan menari. Walau tak pernah satu pun aku mendapat juara tapi paling tidak saat itu lah dimana segenap kemampuan yang aku miliki pernah tercurahkan. Selepas masa itu tak ada kegiatanku di sekolah yang begitu tampak. Perpisahan TK guruku menunjukkan pada Ibuku  bahwa aku termasuk bocah yang lebih senang dengan kesendirian dalam melakukan aktivitas tanpa bergantung pada orang lain. Tapi layaknya anak-anak lain pula, jika ada yang mengajak bermain aku juga bisa berbaur dan bila tidak ada teman yang mengajak maka aku masih bisa bermain dengan diriku sendiri. Atmosfir Sekolah Dasar benar-benar berbeda dengan TK. Aku kurang tangkas dalam berolah raga dan sering terlambat menyelesaikan soal. Aku masuk kelompok D bersandingkan dengan anak-anak yang kurang tangkas lainnya. Ibuku merasa was-was melihat ketertinggalanku di SD dan semakin terpacu untuk terus mengajariku agar tak sampai tertinggal dengan yang lain. Cawu II aku sudah meninggalkan kelompok D dan di cawu III aku berhasil menyabet juara satu di kelas. Saat pengambilan rapor Ibu mendengar dari guruku langsung kekagumannya atas kehebatan hasil gambarku di ulangan kesenian. Gambar itulah yang menjadi tolak ukur atas predikat juara satu yang kuraih. Ternyata akal-akalan Ibu yang sudah mengetahui nilai tambah diriku dalam hal menggambar dan mewarnai dan terus mengasahnya membuahkan hasil yang sangat manis. Tapi seiring berjalannya waktu jika kini kamu menyuruhku menunjukkan kehebatanku seperti masa itu aku tak bisa menjamin hasilnya karena aku sudah tak pernah menekuninya.

Mulailah menemukan kekuatan dalam dirimu karena sesungguhnya yang bisa menolongmu di saat orang lain sudah tak bisa membantumu adalah dirimu sendiri.

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Sebutir Cerita Ibuku

Menelusuri Bangunan Bersejarah di Surabaya (Jilid Jembatan Merah)

Negeri ini adalah negeri yang paling senang menerima kebudayaan baru dari negeri seberang lautan lalu melupakan kebudayaannya sendiri. Begitu pula dengan sejarahnya.

Roodebrug

Untuk kali pertama, kemarin aku bergabung di komunitas sejarah. Hari Minggu 12 Juni 2011, sekelompok orang yang akan menelusuri jejak bangunan-bangunan bersejarah di pusat pemerintahan kota Surabaya pada masa kolonial dalam rentang waktu 1700-an M berkumpul di markas RoodeBurg Soerabaia. Seperti biasa aku berangkat seorang diri kesana karena gak punya temen yang bisa diajak. Beruntung aku bertemu dengan Mas Prima --kakak temanku, penampilannya bagai wartawan saja berkalungkan kamera, tas ransel besar dan jaket. Fotoku pun tak luput dari jepretan kameranya.

Wong_elek

Dia bersama dengan beberapa teman sekampusnya jadi enak aku ada teman ngobrol. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30 saat kami berangkat, molor 30 menit dari jadwal yang direncanakan. Aku bergabung dengan kelompoknya dan naik ke mobil Pak Bagus Kamajaya --kontributor yang sering menulis di blog RoodeBrug. Dari sana kami berangkat bersama menuju Bank Mandiri depan Jembatan Merah Plaza untuk memarkir kendaraan. Di perjalanan Mas Prima banyak bercerita tentang kilasan sejarah kota yang diketahuinya sambil sesekali bertanya pada Pak Bagus begitu pula dengan teman-temannya yang lain. 

Di_mobil
Nanang_purwono
Briefing

Pemandu telusur kami adalah Bapak Nanang Purwono, penulis buku Benteng Benteng Soerabaia dan buku Mana Soerabaia koe. Setelah mendengar sedikit arahan beliau maka kami pun segera beranjak menuju pemberhentian pertama di atas Jembatan Merah. Jika kemarin kamu melihat kerumunan orang berpakaian ala tentara masa lampau di sana maka aku ada diantara mereka --tapi nggak ikut main cosplay. Di atas jembatan kami berkumpul dan mendengar cerita dari Pak Nanang tentang sejarah jembatan merah periode kolonial dimana sungai Kalimas dahulu bernama sungai Surabaya. Jembatan ini dulunya terbuat dari kayu dan bisa di buka-tutup demi kelancaran transportasi air yang kala itu begitu penting adanya. Beberapa kali mengalami pemugaran hingga pemugaran terakhir membuatnya menjadi seperti sekarang ini. Menurut penuturan Pak Nanang jembatan lain di Surabaya yang masih memakai konstruksi masa kolonial adalah jembatan Peneleh sedangkan jembatan buka-tutup tercanggih adalah jembatan Petekan karena cukup dengan menekan sebuah tombol untuk mebuka dan menutupnya. Nama petekan juga berasal dari kecanggihannya itu. Cerita berlanjut ke periode pertempuran Surabaya oleh Pak Ady Erlianto Setyawan yang sudah sering kita pelajari sejak SD dulu. Pasukan Inggris yang dikomando oleh Brigadier A.W.S Mallaby menguasai gedung Internatio bertempur melawan arek-arek Suroboyo yang berada di seberang jembatan merah dan di balik gedung-gedung sekitar. Cerita selanjutnya disampaikan oleh Pak Hartono Widjaja pada periode kemerdekaan sambil mengenang masa mudanya dulu. Trem listrik pernah menghiasi wajah Surabaya dan beruntung beliau pernah menaikinya bahkan setiap hari untuk pulang pergi ke sekolah.

Hartono_widjaja_di_atas_jembatan

Sebelum cerita ditutup teman Mas Prima yang juga teman Sensei Nobek bertanya karena penasaran kapan trem tersebut berhenti beroperasi. Jawabannya adalah tahun 1968. Berhenti di sini dulu ya ceritanya, masih ada 19 titik pemberhentian lagi jadi tungguin lanjutannya ;D

 

 Sumber Foto: Prima Kirtti Utomo Yusuf

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Menelusuri Bangunan Bersejarah di Surabaya (Jilid Jembatan Merah)

TP, NIX, Pemuda Pegasus dan Sang Touché

Bingung dengan judul di atas? Kalau ingin tau simak kisahku ini.

Hari Minggu ini jadwal yang sudah tertata rapi nampaknya tak jadi dilaksanakan. Sejak pagi hari sinar matahari sudah tertutup awan mendung dan tak ayal siang hari pun hujan mulai turun membasahi atap rumah. Tak bisa keluar rumah maka pelampiasan terbaik adalah televisi.

"Paaaaats!!!"

Tau gak bunyi apaan tuh barusan? Yup, listrik padam. Oh... mana ujan listrik mati sungguh Minggu kelabu. Males ngapa-ngapain aku masuk ke kamar dan berguling-guling di atas kasur. Tak lama lampu sudah nyala lagi. Sadar kalau sudah lama gak update berita di dunia maya aku mainkan jemari tanganku buat manggil nomor sewa internet unlimited seharian ponselku. Sejak bulan April komputerku kumat dan perlu perbaikan di bagian memori so itulah yang jadi penyebab utama menghilangnya diriku dari peredaran di dunia maya. Buka email yang sudah gak karuan bentuknya dapet pesan dari banyak orang yang terangkum di milis langganan juga dari posting temen blogger. Centang.. centang.. centang... lalu klik perintah MARK ALL AS READ!!! Hahaha :lol: beres.

Ada beberapa email yang aku baca salah satunya milik teman blogku. Baca doang lewat email kan gak seru, jadi ya sekalian aja mampir sambil ninggalin komentar ;). kakakku yang sejak tadi pagi ribut mengajak buat cari laptop di (perhatikan baik-baik) TP tepatnya di acara pameran komputer NIX. Setelah mematikan PC maka berangkatlah kami ke sana ditemani hujan yang masih rintik-rintik. Beli barang elektronik itu selalu memakan banyak waktu. Gimana mau cepet coba kalau maunya yang bermerek tapi harganya juga terjangkau di kantong? Keling-keliling dan puter-puter sampe puyeng juga gak bakalan ada yang dipengeni. Saat tak sengaja melihat sosok gadis berkerudung kuning yang tengah berjalan menghampiri aku ingin menyapanya. Aku ingin menyapa karena aku yakin itu adalah teman SMA ku dulu. Ketika dia semakin dekat aku masih belum ingat namanya, sial!

Siapa.. siapa namanya??? Aku lihat dia juga memandang ke arahku sekilas lalu wush, dia telah berlalu. Dasar pelupa, memang aku dan dia gak pernah satu kelas resmi, tapi kami pernah satu kelas saat bimbingan belajar di sekolah juga. Sudah lah lupakan. Aku segera membuntuti kakakku. Dari ujung dekat pintu masuk hingga ujung dekat pintu keluar sudah kami kelilingi sekali. Lagi-lagi aku menemukan sosok yang tak asing. Kali ini bukan sosok teman masa lalu yang aku lupa namanya seperti tadi tapi sosok yang aku kenal lewat karyanya. Aku mengenal perempuan ini sejak membaca bukunya yang berjudul Let Go. Aku masih ragu-ragu benarkah perempuan yang ku lihat ini adalah orang itu? Merasa diperhatikan gerak-geriknya orang itu pun melihat diriku dengan penasaran atau mungkin curiga karena menganggapku orang jahat.. :lol: hahaha.

Setelah lama berkeliling dan menunggu hasil pantauan spek laptop incaran yang sedang diselidiki oleh teman kakakku melalui sms tentang keunggulan merek ini dan itu kami melanjutkan lagi pencarian. Rencanaku hari ini yang ingin mengikuti bedah buku bersama Agustinus Wibowo di C2O akhirnya harus dikorbankan karena laptop idaman belum juga terbeli. Saat hendak keluar area pameran kakakku berhenti sejenak melihat-lihat stan yang berada tak jauh dari pintu keluar. Dari brosur yang ku terima nama toko di stan itu adalah Pegasus dan semua laptop dagangannya bermerek ASUS. Apa memang asus itu kependekan dari pegasus ya? Pemuda dengan jerawat besar-besar yang pandai bicara, agen pegasus, bertanya kebutuhan laptopnya yang seperti apa. Setelah menemukan laptop yang sesuai dia mulai menerangkan pada kakakku kelebihan produknya. Kepandaiannya berorasi sungguh memikat minat para calon pembeli, begitu pula aku dan kakakku. Belum kami memperoleh kata sepakat datang sepasang tiong hoa yang bertanya-tanya tentang produk yang juga kami taksir. Lagi-lagi pemuda pegasus menunjukkan kepiawaiannya berorasi. Sang pria yang berkaca mata hanya mengiyakan saja perkataan pemuda pegasus ketika sang perempuan bertanya padanya. Lalu mereka bilang ingin lihat-lihat yang lain dulu.

Kakakku masih tampak ragu ketika aku meyakinkan agar membeli yang ini saja. Pemuda pegasus berkata pada kakakku bahwa barang mereka yang telah dijelaskan pada kami hanya ada satu-satunya di sana. Dan dia berani jamin kalau sepasang tiong hoa tadi akan kembali ke sini. Ketika kami hendak pergi ternyata pasangan tiong hoa yang tadi benar-benar kembali lagi. Mereka pun jadi membeli tipe yang sama persis dengan yang ditawarkan pada kami berdua. Sekali lagi aku meyakinkan kakakku dan kali ini berhasil! Yippie. Saat kakakku mengambil uang di ATM aku sempatkan lagi bertanya semua hal yang belum aku ketahui tentang laptop yang akan kami beli itu. Lama menunggu akhirnya kakakku kembali juga. Kami masih harus menunggu lagi sebelum laptop itu bisa kami bawa pulang. Instalasi Windows 7 Professional lalu dilanjutkan dengan Driver. Di tengah penantian itu datang perempuan yang aku anggap Windhy tadi untuk membeli laptop juga. Dia duduk di sampingku satu meja karena meja yang lain juga sedang terisi. Ketika perempuan agen pegasus meminjam KTPnya aku berkata dalam hati

"Sebentar lagi aku akan tau identitasnya."

Dan benar! Agen pegasus mengulang membaca namanya yang telah tertulis di nota: Windhy Puspitadewi. Aku spontan bertanya kepadanya apa benar dia pengarang Touché (buku terbarunya) lalu dia menjawab, ya. Aku tak menyangka kalau perempuan ini adalah Windhy, dalam bayangku orangnya gak tinggi segini dan rada gak modis :P hihihi. Tapi setelah melihat kenyataannya dia cukup tinggi juga dan modis abis pakaiannya, apalagi sepatunya. Aku menjabat tangannya dan memperkenalkan diriku. Ternyata dia juga mengenaliku karena suka ngasih komentar di fb miliknya. Setelah itu aku bertanya ini dan itu mengenai bukunya, tinggal dimana kok bisa sampai sini, dan lain-lain. Namun tidak semua pertanyaanku terjawab, karena banyak juga yang dijawabnya dengan sepenggal kalimat: RAHASIA. Laptopnya selesai duluan karena miliknya sudah terinstal lebih dulu sama seperti milik sepasang tiong hoa tadi. Kak Windhy pun pamit duluan. Gak ketemu Agustinus Wibowo yang sudah terjadwal dalam rencana akhir pekan malah ketemu Windhy Puspitadewi di pameran komputer tanpa diduga-duga :)

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - TP, NIX, Pemuda Pegasus dan Sang Touché

Toko Pucuk

Aku ini… (binatang jalang?) bukaaaaaan!!! Aku ini pecinta buku yang gak terlalu akut. Cerita kali ini sebenarnya lanjutan dari cerita yang judulnya apa yah??? Entahlah aku sudah lupa akibat terlalu lama menelantarkan cerita pendahulunya.
Sesampainya tiba di kawasan perdagangan terbesar buku bekas dan “buku bajakan” (sekarang marak sekali buku laris dicetak sama penerbit yang tidak memiliki hak mencetak dari penerbit maupun penulis) di jalan Semarang, aku pun masuk ke toko pucuk (bukan nama toko yang sebenarnya). Karena letaknya saja yang berada di ujung ke-2 maka aku memberi nama sesuai keinginanku. Lalu bagaimana dengan toko yang pertama, apa aku tidak masuk? Jawabannya: ya, aku tidak main kesana karena tidak menarik sama sekali. Aku paling suka masuk ke toko yang satu ini dan bermain-main selama mungkin di dalamnya meskipun ketika keluar tak membuahkan hasil karena buku di sini mahal walau sudah bekas. Kalau sudah masuk toko buku apa pun bentuknya pasti lupa deh sama daftar buku yang dari kemarin dulu sudah tertata rapi di awang-awang (salah sendiri gak di tulis. Ribet tau!).
Saat melihat bagian bawah rak tengah dekat kasir (jangan membayangkan kasir di sini memakai komputer dan segala macam anteknya semisal alat gesek kartu dan printer ya) aku menemukan cergam berwarna terbitan gagas media. Sejak kapan gagas bikin cergam? Kisah tentang anak-anak pula? Dalam hitungan detik buku yang menyilaukan itu sudah berada di tangan dan mata sudah mulai membaca dan melihat gambar-gambar yang menghiasi buku itu. Ceritanya cukup sederhana, mengisahkan seorang anak gadis kecil yang memiliki rambut yang susah di atur (aku lupa judulnya). Gambar rambutnya lucu banget deh sampai bikin aku senyum-senyum sendiri mengingatkan akan rambut yang tumbuh di atas kepalaku. Dia begitu kesal dengan rambutnya itu. Walau sebagaimanapun usahanya pasti rambutnya itu tak mau tertata rapi. Hingga suatu hari ada angin kencang yang berhembus di kota. Ketika itu dia juga berada di sana. Usai angin berhembus dia tertawa terbahak-bahak melihat rambut orang-orang di sekitarnya. Orang-orang itu pun tertawa melihat orang lain yang berada di dekatnya. Kini tak hanya gadis kecil itu yang berambut awut-awutan :). Dia pun tak memusingkan lagi masalah rambutnya.
Selain buku itu ada lagi cergam lain yang aku lupa judul sekaligus kisahnya apa :cry: (salah sendiri gak langsung bikin posting, ya gini deh jadinya, lupa semua). Usai membaca dua cergam tadi aku masuk jauh lebih dalam. Suasana tempat ini masih sama seperti ketika terakhir aku mengunjunginya kira-kira semester pertama kelas 3 SMA. Yang paling membuatku menyesal meninggalkan toko ini beberapa tahun silam (kok kayak jadul banget sih, padahal juga baru dua tahun ninggalin bangku SMA) adalah aku tak jadi membeli Lord of The Ring yang entah itu buku yang ke berapa. Saat aku menemukan LOTR lengkap dan membolak-balik ketiganya yang ternyata versi asli terbitan warner books itu pemilik toko yang masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya itu mengambilkan LOTR yang dulu aku inginkan :). Dalam kurun waktu 2 tahun buku itu belum laku? Ahahaha.. rasain. Lho kok rasain? Biarin emang orangnya juga kalo jualan mahal sih :P.  Aku memegang buku itu sepintas lalu meletakkannya lagi.
“Buku Pramoedya Ananta Toer ada gak mas?” aku berbasa-basi karena memang sudah tau sejak awal bahwa tak ada satu judul pun buku Pram tersembunyi diantara rak buku di sini.
“Pram…” pemilik toko itu tertawa agak sinis namun singkat saja, “gak ada mas.”
Benar kan, dia bahkan menyebut Pram saja. Aku belum pernah bertanya Pram sang legenda pada pemilik toko ini sebelumnya. Jika pertanyaan ini aku lontarkan pada pemilik kios buku lain (tiada toko sebesar yang satu ini di sepanjang jalan Semarang) belum tentu mereka tau bahkan bisa saja mereka menyuruhku mengulang lagi pertanyaanku. Orang ini terlalu cerdas untuk berjualan buku bekas, makanya dia tidak mau menurunkan harga bukunya walau sudah bekas sekali. Aku menemukan PAPILLON. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa benar ini adalah buku yang sering disebut oleh GOLA GONG dalam baladanya bersama si ROY. Sayangnya buku ini terlalu tua dan kusam. Ditambah buku ini seri dan harganya yang baru saja aku tanyakan: Rp17.000. Baiklah aku kembalikan ke rak. Semoga kita masih bisa bertemu lagi layaknya LOTR ;).
Aku mengelilingi setiap rak buku yang tertata rapi di seluruh tembok ruangan. Aku sampai tak tau pasti apa yang ada di balik semua rak buku ini. Apa itu tembok bata, tembok bersemen, atau tembok yang bahkan begitu indah dengan balutan cat warna merah jambu? Aha aku menemukan CA BAU KAN. Hm.. bukunya masih bagus tapi masalah harga belum tentu sama bagusnya. Aku tak menyentuh sedikit pun buku itu. Beralih ke barisan di bawahnya, lalu sampingnya, dan sampingnya lagi. Ada begitu banyak buku-buku jadul yang menyita perhatianku. Mulai dari yang berbahasa Indonesia, Jawa, Belanda, Jepang, Inggris hingga buku berbahasa Rusia. Andai aku mengerti banyak bahasa ingin rasanya membeli semua buku tua itu. Sampul buku yang terbungkus kulit tanpa ilustrasi gambar membuatku merasa sedang berada di perpustakaan yang di gambarkan dalam film Harry Potter. Puas menghirup bau buku-buku tua yang menyimpan sebagian sejarah perjalanannya hingga sampai di toko pucuk ini, aku pun melangkah pergi meninggalkan mereka tetap tertata rapi di rak kayu yang menjulang tinggi hingga ke atap kayu paling rendah.
Perjalananku tak hanya sampai di sini. Begitu keluar hanya bergerak beberapa jengkal saja sudah masuk kawasan kios buku lain. Di sini tak begitu menarik namun aku bertemu dengan buku yang pasti diketahui oleh semua pecinta buku dan pecinta film. GONE WITH THE WIND! Baru tau aku bahwa dulunya buku ini di terbitkan menjadi beberapa seri, bukan seperti terbitan sekarang yang sudah dijadikan satu bundel yang tebalnya bukan main nyamannya jika dijadikan bantal. Sayangnya buku itu sudah rusak parah banyak halaman yang terlepas dan hanya tersisa jilid satu saja di situ. Meninggalkan kios itu perlu beberapa jangkah kaki untuk sampai di kios berikutnya. Dulu ketika aku masih kecil hingga terakhir aku kelas 2 SMA, sepanjang kiri kanan jalan Semarang ada kios buku. Sekarang kios yang tak berada di dalam naungan bangunan atau rombong pindah ke KAMPOENG ILMU. Satu, dua, tiga kios terlewatkan tanpa temuan buku yang menyilaukan. Yang ku temukan malah beberapa skripsi mahasiswa Universitas ***** yang di jual begitu saja di antara tumpukan buku bekas lain. Aku tak menemukan buku-buku istimewa lagi hingga hampir sampai di kios paling ujung.
Kini sampailah aku di kios paling ujung. Awan mendung sudah menyelimuti seluruh permukaan langit hingga matahari tak terlihat lagi sinarnya. Ini bukan kios. Pikirku dalam hati. Aku pernah mampir ke sini tapi tak sampai menjelajah ke dalam karena seingatku terakhir mencari buku hingga sampai di sini rasanya aku terlalu tergesa-gesa. Jika toko pucuk adalah toko pembuka yang berada di ujung jalan dari arah pasar turi maka toko yang ini berada di ujung jalanan dari arah sebaliknya berhadapan dengan SPBU. Toko ini walau cukup besar juga namun tak memiliki banyak koleksi bagus. Penjaganya juga terlalu banyak menurutku, empat orang dan kesemuanya adalah wanita. Ketika aku masuk jauh ke dalam ada pick up yang berhenti di depan toko ini. Aku tak menghiraukan dan melanjutkan penyisiranku pada rak buku terdalam. Salah seorang penjaga masuk hingga dekat sekali dengan tempatku berdiri mengamati rak. Dia mengambil dua buah buku dan berbicara lantang sambil kembali menuju orang dalam pick up. Aku menemukan buku ERNEST HEMINGWAY masih tersegel. Alih-alih ingin mendengar percakapan mereka di luar maka aku membawa buku itu dan bertanya harganya pada salah seorang dari mereka berempat.
Ternyata pick up yang berhenti tadi menawarkan beberapa buku yang masih tersegel. Jadi begini cara mereka bisa mendapatkan buku yang masih tersegel. Kalau yang ini sih bukan buku bajakan, melainkan buku sisa yang tidak laku di toko buku besar. Aku bisa melihat salah satu judulnya dan ternyata bukan buku bagus juga. Hanya buku tentang komik naruto, one piece dan lain-lain. Yang membuatku terperanjat adalah sekitar 8 buku kira-kira hanya mereka tawar dengan harga 10 ribu! Setelah berdabat demi memperoleh kesepakatan akhirnya buku-buku itu kini ikut meramaikan rak toko. Gila… yang benar saja. Aku baru saja membayar untuk satu biji buku ERNEST HEMINGWAY dengan harga sama persis dengan harga 8 buku itu. Mereka tidak sungkan sama sekali denganku. Bagaimana jika aku yang mencoba menawar buku mereka dengan harga seperti itu? Tentu mereka akan marah besar. Tapi itulah hidup setiap orang yang berusaha pasti diberi kemudahan oleh Tuhan. Tidak setiap hari juga uang akan mampir di toko ini. Dengan mendapat untung besar di setiap penjualan mereka bisa melanjutkan hidup.
Perjalanan belum berakhir. Nantikan kelanjutannya :D
Baca Selengkapnya - Toko Pucuk

Pertengkaran Kecil Minggu Dini Hari

Perkenalkan namaku Andrew. Aku mau berbagi cerita di sini. Tadi malam aku terjaga dari tidurku. Mendengar suara pertengkaran yang semakin meninggi aku pun memaksakan diri untuk terlibat.
“Jangan kau selalu menggandoli cucumu.” Kata Bapak mengintimidasi Ibu.
“Siapa yang menggandolinya? Kau tak lihat aku sedang mandi ketika dia menangis?”
“Tapi kau selalu seperti itu. Mendidik anak jadi tak mau pulang bersama Ibunya.”
Tadi sore Lily keponakankumenangis setelah merengek-rengek pada Ibunya minta diberi uang jajan namun tak segera dikasih dengan dalih tak ada yang menemani. Entahlah, aku tak mengerti jalan pikiran orangtua itu seperti apa. Sejak kecil aku tak pernah dan jarang sekali disuruh oleh orangtuaku membeli barang yang mereka butuhkan. Mereka terlampau sayang padaku dan lebih memilih menyuruh sepupuku yang usianya juga tak terpaut jauh dariku. Kini ketika masa dewasaku apa yang mereka suruhkan padaku terkadang tak aku penuhi dan hasilnya tentu saja sepupuku yang akhirnya berangkat menggantikanku. Aku sudah menduga hal itu makanya aku berani menolak. Kini hal seperti itu berulang pada keponakanku ini. Ibunya bisa saja langsung memberinya uang dan masalah tak kan pernah terjadi. Tapi lagi-lagi karena rasa sayang yang berlebihan Ibunya tak menizinkan Lily beli sendiri. Akhirnya Lily pun menangis dan berteriak-teriak seperti biasa.
Cara menangisnya benar-benar jelek, jangan ditiru ya. Nenekku yang juga merupakan nenek buyutnya Lily keluar mendengar tangisnya yang tak henti-henti. Lily kalau sudah menangis pasti ujung-ujungnya minta digendong. Nenek sudah hafal itu. Tidak ada yang biasa menggendongnya di sini tapi itu selalu Lily minta ketika ia menangis. Ibunya tidak langsung menggendongnya hingga membuat tangisnya tak juga reda. Ketika Nenek sudah duduk di hadapan Lily yang menangis barulah Ibunya mau menggendongnya. Hah.. satu lagi yang tak aku mengerti dari orangtua. Ibu Lily yang juga merupakan kakaku ini tak mau anaknya manja dan selalu minta gendong. Apa tak digendong ketika menangis sedangkan tak membiarkan anaknya membeli kebutuhannnya sendiri akan membuatnya menjadi anak yang tidak manja? Ketika menangis tadi saudara kembarnya, Lala bersama dengan sepupuku (kali ini bukan sepupu yang sama dengan sepupu di masa kecilku melainkan adiknya yang paling kecil) lah yang akhirnya berangkat karena Lily termasuk anak yang susah dibujuk ketika sudah menangis. Ibuku baru selesai mandi saat Lily sudah diam dan mendapat jajan yang diinginkannya. Tak lama Bapak pun tiba di rumah. Saat itu juga kakakku mengajak kedua anak kembarnya ikut pulang bersamanya. Lala dan Lily bersekolah di sini. Kedua orangtuanya bekerja dan hanya mampir ketika sore hari. Lala sering ikut pulang bersama Ibu dan Ayahnya. Tapi tidak demikian dengan Lily. Lily lebih suka tinggal di sini, di rumah tempat tumbuh Ibunya dulu.
Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya, yang terlihat olehku hanya Lily yang tak mau pulang dan duduk di pangkuan Ibuku. Akhirnya Lily pun tinggal setelah bujuk rayu orantuanya tak mempan. Ibu memang terlampau sayang terhadap Lily.
“Aku tak mendidiknya seperti itu. Dia memang tak mau pulang.”
“Setidaknya kau harus membujuknya agar mau pulang. Bukan malah menggandolinya agar tetap di sini.”
“Sudah ku bilang aku sedang mandi ketika ia menangis.” Air mata Ibu mulai tumpah.
“Kadang aku merasa tak kuat menjadi istrimu.”
“Kalau diberi tau selalu begitu.” Mendengar kalimat terkakhir Ibu tangan Bapak mulai ikut bicara. Aku yang sudah berada di kamar itu mencegahnya.
“Sudahlah. Tengah malam kok ribut.” Aku berkata pada mereka yang ada di situ.
“Lihat, Lily sampai terbangun.”
Aku melihat wajah Lily benar-benar pucat, tak berani menatap orang-orang yang ada di situ. Setelah hampir satu menit berdiri di tempat akhirnya Bapak pun keluar kamar. Ibu masih terisak-isak. Aku mendekati Lily dan mengecup pipinya. Seraya berkata agar tidur lagi. Pandangan matanya masih kosong. Entah sudah berapa lama dia terbangun sama seperti ku ketika mendengar pertengkaran tadi. Aku merasakan jantungnya masih berdebar kencang membuatku teringat akan masa kecilku yang sama dengan apa yang dialami oleh Lily saat ini. Aku lupa apa gerangan yang memicu pertengkaran Ibu dan Ayah waktu itu. Yang pasti akibat ulahku juga. Ibu terisak-isak sama seperti malam ini. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu. Hingga membuatku selalu mengingat peristiwa tersebut. Ibuku orangnya terlalu sensitif jika berbicara menyangkut kelalaian dan kesalahan dirinya. Sedangkan Bapakku orangnya keras kepala dan tak mau mendengar perkataan istri maupun anak-anaknya, maunya menang sendiri. Menjadi ketua RT pun tak pernah beliau mendiskusikan dengan keluarganya. Aku anaknya yang sudah kuliah bahkan kakakku yang sudah bekerja dan punya anak sendiri tak pernah dimintai pendapat terhadap masalah apa pun. Bapak lebih suka bertukar pendapat dengan antek-anteknya (sebutanku buat sahabat-sahabat dekatnya). Semoga Lily tak terluka perasaannya akibat melihat pertengkaran barusan. Aku menemaninya hingga terlelap. Jika sudah menikah dan punya anak nanti, aku tak mau merepotkan orangtuaku.
Baca Selengkapnya - Pertengkaran Kecil Minggu Dini Hari

Hari Minggu Bersama Nilam

Hari Minggu adalah hari yang selalu aku nanti. Selain sekolah yang libur tiap hari Minggu lah aku bisa bebas melakukan apa saja sepanjang hari. Aku sudah membuat rencana kegiatan yang akan aku kerjakan untuk mengisi Minggu ini. Usai mengerjakan PR untuk hari Senin aku langsung gosok gigi dan pergi tidur. Semoga besok cerah.

Heran deh, tiap hari Minggu tanpa suara Ibu harus mengiang-ngiang di mimpi aku selalu bisa bangun pagi sendiri tapi kenapa selain hari Minggu nggak bisa? Setelah berguling-guling sekitar lima menit yang sudah menjadi kebiasaan akhirnya aku bangun dan segera menunaikan sholat subuh. Bbrrr.. pagi ini terasa lebih dingin. Tanpa berlama-lama lagi aku segera menyudahi mandi pagiku. Ibu sedang memasak ketika aku keluar dari kamar mandi.

“Ibu lagi masak apa?” Tanyaku sambil menuang air putih ke dalam gelas lalu meneguknya habis.

“Enaknya masak apa?” Ibu balik bertanya.

“Pizza.” Jawabku asal yang berefek pada sorotan mata Ibu kepadaku.

“Kamu meledek Ibu!”

“Hihihi. Masak apa aja deh yang penting enak.”

“Bantu Ibu memasak, Nilam.” Ibu berkata saat menangkap diriku yang melenggang pergi meninggalkan dapur.

“Aku mau menyiram bunga.”

Memasak bukanlah pekerjaan yang kusuka jadi jangan harap aku akan menemani Ibuku bereksperimen dengan bahan makanan yang beragam bentuknya. Momo mendekat sambil mengeong seolah menyapaku. Sambil menunggu pot penyiram bunga penuh aku mengelus bulu-bulu Momo yang berwarna keemasan. Dia memang paling manja terhadapku. Bulu di perut dan kakinya berwarna putih. Kian hari perutnya makin gemuk. Pernah aku bertanya pada Ayah tentang perut Momo itu, lalu Ayah menyimpulkan bahwa Momo sedang hamil muda. Aku tidak memiliki kucing peliharaan selain Momo di rumah. Bagaimana dia bisa hamil? Ayah mengingatkan bahwa Momo sering tidak kelihatan siang hingga sore hari. Lalu dia akan kembali terlihat di rumah ketika malam hingga pagi hari. Beberapa hari lalu Ayah berkata bahwa mungkin dalam waktu dekat Momo akan segera melahirkan. Betapa senangnya aku mendengar analisis dari Ayah.

Ayah tiba di rumah setelah puas lari pagi mengelilingi kompleks. Semua bunga yang ku tanam sendiri juga bonsai milik Ayah yang beragam bentuknya selesai ku siram. Ibu juga sudah selesai memasak. Kami bertiga makan bersama di meja makan belakang yang letaknya di areal kebun. Menu pagi ini untukku adalah udang goreng tepung dan nasi goreng ekstra pedas tak lupa ditambah dengan segelas susu sapi. Menu di piring Ibu sama denganku sedangkan menu milik Ayah porsi nasi gorengnya lebih banyak dan udang goreng tepungnya juga lebih besar dari punyaku. Gelas Ibu berisi teh hangat dan gelas Ayah berisi kopi susu. Bila tadi meja makan sudah diatur rapi sedemikian rupa oleh Ibu untuk menghidangkan sarapan pagi hari ini maka ketika selesai akulah yang bertugas membereskan semuanya lalu mencuci bersih perabotan makannya juga. Usai merapikan semuanya aku bergabung bersama Ayah dan Ibu di ruang keluarga.

“Tadi Nilam minta Ibu memasak pizza.” Ibu mengadu pada Ayah.

“Kenapa nggak dibuatkan?” Kali ini Ayah yang mendapat sorotan mata Ibu.

“Ayah anak sama saja.” Kata ibu sambil mendesah.

Ayah menatapku lalu tersenyum sedangkan aku hanya tertawa geli melihat tingkah Ibu yang lucu dan akhirnya Ibu juga Ayah ikut tertawa bersama-sama. Percakapan pun terus berlanjut dan bersambung ke hal-hal lain. Andai tiap hari bisa seperti ini. Ngobrol santai bertiga dan tertawa bersama sepanjang hari. Hari Minggu memang indah.

 

Ini adalah proyek menulis yang ku beri nama Serial Minggu. Rencananya dalam judul-judul berikutnya akan ada cerita-cerita singkat mengenai hari Minggu bagi tiap orang yang berbeda atau bisa saja berlanjut. Intinya setiap cerita selalu mengisahkan hari Minggu yang mereka alami. Semoga bisa menghibur :)

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Hari Minggu Bersama Nilam

Berjuang Bersama Sahabat

Untuk sahabat SMAku, Deny Fattah dan segenap rekan-rekan yang telah berjuang bersama-sama telah menempuh UNAS tahun 2009. Cerpen ini pernah diikutkan pada lomba serba-serbi ujian nasional tapi belum menang :) Selamat menikmati.
Dua orang sahabat itu saling berjabat tangan lalu berpelukan. Bukan karena mereka sudah lama tak bertemu, melainkan karena mereka baru saja mendapat kabar gembira yang telah berbulan lamanya dinanti-nanti. Walau lulus dengan nilai pas-pasan mereka benar-benar gembira. Kerja keras dan doa mereka selama satu tahun terakhir tidaklah sia-sia.
Sembilan bulan sebelum UNAS
            “Kayaknya hari ini bakal jadi kunjungan terakhir kita deh.” Sambil terus melihat nilai rapornya yang baru saja dibagikan, Agung berkata pada Deny.
            “Emangnya kita mau kemana?”
            “Ke neraka.”
            “Hah!!!”
            Hari ini adalah hari pembagian rapor kenaikan kelas. Sepulang sekolah seusai menerima rapor masing-masing, kedua sahabat pecinta buku itu langsung pergi menuju toko buku langganannya yang berada di Jalan Diponegoro. Walau tiga jam sudah berlalu mereka masih belum puas juga membolak-balik belasan bahkan puluhan buku yang menurut mereka menarik. Bagi mereka berada di toko buku, perpus, persewaan buku, atau semua tempat lainnya yang berisi buku-buku maka sama halnya dengan anak kecil yang tengah berada di taman bermain.
            “Kamu beli apa? Aku mau bayar nih.”
            “Nih.” Sambil menyerahkan komik One Piece pada Agung, Deny menjawab, “CP9 VS bajak laut Luffy. Seru Gung!”
            “Oke, mana duitmu.”
            Sambil menyerahkan uang Deny tak lupa berkata, “Balikin kembaliannya.”
            Perjalanan pulang mereka isi dengan obrolan tentang pertukaran kelas yang selalu menimbulkan rasa penasaran karena setiap tahunnya para siswa akan diacak untuk menempati kelas baru dan beberapa teman baru hasil pertukaran kelas.
            “Maksud pernyataanmu tadi apa sih?” Deny bertanya pada Agung.
            “Pernyataan yang mana?” Agung balik bertanya.
            “Yang neraka-neraka tadi. Kalau pun aku harus masuk neraka, aku nggak sudi ya barengan sama kamu.” Jawab Deny sambil nyengir.
            “Aku timpuk pakai sepatu tahu rasa kau ya!”
            Mereka terdiam sesaat.
            “Kelas XII adalah masa yang paling sulit, untuk itulah aku menyebutnya NERAKA.”
            “Oh… gitu toh. Tapi kayaknya kamu terlalu hiperbolis deh.”
            Tanpa sungkan lagi Agung mencekik sambil menggoyang-goyangkan leher Deny hingga lidahnya terjulur dan matanya melotot.
Enam bulan sebelum UNAS
            “Kalau kalian masih saja bermalas-malasan seperti ini bagaimana kalau kalian tidak lulus?” Pak Kenang yang sudah kehabisan akal untuk menghadapi tingkah laku siswa kelas XII hanya sanggup menasehati.
Kriiiiiiiiiiing!
            Tanpa menunggu lagi Pak Kenang segera meninggalkan kelas disusul dengan siswa siswi di belakangnya. Agung masih saja terdiam di bangkunya ketika kelas sudah sepi. Bagaimana masa depannya kalau dua kata terakhir Pak Kenang tadi menghiasi sejarah hidupnya. Mengerikan!
Tuk. Lamunannya buyar ketika ada seseorang melempar kepalanya dengan pesawat kertas.
            “Sedang apa kawan? Dari tadi di tungguin di bawah malah asyik bengong sendirian di sini.” Ternyata orang itu adalah Deny.
            “Ah… enggak. Ayo kita pulang.”
            “Kamu nggak papa kan?” Melihat tingkah sahabatnya yang agak aneh itu Deny jadi khawatir.
            “Nggak papa kok. Ayo pulang, sudah sore nih.”
Dua bulan sebelum UNAS
            Mengapa aku masih belum juga bisa mengerjakan soal busuk ini! Agung mengumpat-umpat dalam hati. Benar saja jika dia mulai cemas memikirkan masa depannya. UNAS tinggal dua bulan lagi tapi dia masih saja kesulitan mengerjakan soal Try Out di tempat les. Semua persiapan yang telah dilatih sendiri olehnya belum membuahkan hasil. Otaknya sudah buntu lantas soal yang belum terjawab masih cukup banyak. Besok aku mau ke rumah Deny dan menanyakan soal yang tidak aku mengerti ini. Akhirnya dia menyerahkan lembar jawab yang sudah pasti jelek hasilnya itu pada pengawas Try Out.
            “Ajari aku kimia, Den.” Kata Agung setelah dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh Deny.
            “Santai kawan, duduk lah dulu dan ambil nafas.” Deny tersenyum lalu melangkah ke dalam.
            Agung melakukan apa yang dikatakan Deny. Dia segera menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk berwarna kuning cerah. Tak berapa lama Deny keluar lagi sambil membawa dua gelas besar es jus lemon segar.
            “Apa sih yang tidak kamu kuasai dalam kimia? Kimia kan gampang.”
            “Gampang katamu!” perkataan Deny yang terdengar agak sombong barusan membuat Agung jadi sedikit emosi.
            “Lalu kau sendiri, apa yang tak kau kuasai dari fisika?” Agung melanjutkan perkataannya.
            “Kenapa jadi tegang begini? Santai kawan, santai.” Lagi-lagi Deny hanya tersenyum.
            Tidak ada yang bisa menjawab kesusahan dalam menangkap pelajaran yang tidak dikuasai oleh masing-masing. Untuk mencairkan suasana Deny menyalakan televisi dan mencari acara yang biasa memutarkan video klip lagu-lagu.
            “Ngapain juga dulu masuk IPA. Toh sekarang jadi kelimpungan kayak gini.” Deny memulai lagi percakapan.
            “Karena nggak ada jurusan bahasa di sekolah kita.”
            “Hm… kalau aku karena tidak suka IPS.”
            “Lalu kenapa kau nggak suka fisika? Fisika kan juga cabang dari IPA.”
            “Kalau itu sih karena gurunya tidak enak saat mengajar. Aku jadi sulit menangkap.”
            Sambil melempar bantal sofa pada Deny dia berkata, “Kau ini paling bisa kalau cari alasan saja.”
            Mereka berdua tertawa bersama melupakan sejenak rasa gundah yang tiap hari makin menyesakkan dada mereka. Usai belajar bersama mereka bersantai di teras.
            “Semua yang kita pelajari selama tiga tahun ini akhirnya hanya dilihat dari nilai UNAS. Sungguh aneh system di negara kita ini.”
            “Padahal belum tentu juga semua hal tersebut berguna bagi kelangsungan hidup kita di masa depan.” Deny menyambung pendapat Agung.
            “Sudah sore nih. Aku pulang dulu Den.”
            “Oke bos. Hati-hati di jalan.”
            Setelah berpamitan dengan Papa dan Mama Deny, Agung pun pulang.
Beberapa menit sebelum pelaksanaan UNAS hari terakhir
            “Assalamu’alaikum Warrahmatullah.”
            Usai sholat Dhuha di masjid sekolah, kedua sahabat ini begitu tenang untuk menghadapi UNAS hari terakhir. Dalam beberapa ratus menit lagi UNAS yang bagaikan monster bagi semua siswa di seluruh Indonesia ini akan berakhir. Agung dan Deny sudah tak segugup hari pertama pelaksanaan ujian.
“Tinggal selangkah lagi!” Kata Deny.
“Ya.” Jawab Agung dengan mantap.
Kriiiiiiiiiiing!
Beberapa menit sesudah pelaksanaan UNAS hari terakhir
            Soal matematika sukses menutup perayaan UNAS tahun ini sampai titik darah penghabisan dengan mati-matian. Banyak siswa yang keluar kelas dengan wajah kusut, muram, dan pucat. Diantara banyaknya wajah seperti itu di SMA Ta’miriyah Surabaya, ada dua wajah yang masih menampakkan secuil senyum harapan. Pemilik dua wajah itu tak lain adalah Agung dan Deny. Dua sahabat ini telah berhasil melalui masa-masa di neraka seperti yang pernah disebut oleh Agung. Segenap kemampuan sudah mereka kerahkan demi bisa bernafas lagi setelah menghadapi lima hari penentuan yang menimbulkan rasa sesak di dada. Kini mereka bisa menikmati hari-hari terakhir mereka di SMA yang tak kan pernah bisa diulang lagi.
Baca Selengkapnya - Berjuang Bersama Sahabat

Don't Be Average! Jadilah Yang Terbaik

Lanjutan cerita posting sebelumnya.

 

9 Summers 10 Autumns ditulis sebagai buah manis sejarah kehidupan om Iwan. Dia ingin keponakan-keponakannya tau bahwa perjuangannya untuk sampai di titik ini nggak mudah. Setelah lulus dari IPB om Iwan berangkat ke Jakarta. Di sana dia mulai bekerja. Mencari inspirator itu tidak harus selalu B.J. Habibie dia bilang. Carilah orang-orang di sekitar lingkungan anda. Semangatnya terlecut ketika dia melihat karir seorang kakak kelasnya di IPB yang bekerja sebagai direktur memimpin bule-bule. Kala itu dia mendapat tantangan untuk mengerjakan proyek berskala Asia Pasifik. Dia menerima tantangan itu dan berhasil. Setelah namanya cukup dikenal di kawasan Asia Pasifik ada perusahaan berbasis di New York menawarkan pekerjaan untuknya. Ragu-ragu om Iwan memutuskan. Akhirnya berangkat juga dia ke sana walau hanya berbekal bahasa inggris yang belepotan.

Mimpi yang kecil tapi ingin diraih dengan sungguh-sungguh nantinya akan membuahkan bonus yang tak ternilai harganya

Berangkat ke Amerika bukanlah impiannya. Dia bilang itu adalah bonus dari impiannya ingin memiliki kamar sendiri. Beruntung pekerjaannya tak memerlukan banyak bicara. Dia mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Ketika orang lain merampungkan pekerjaan dalam 3 hari dia bisa selesai dalam 1 hari. Itulah kelebihannya. Karirnya makin menanjak dari waktu ke waktu. Yang dia sayangkan adalah orang Indonesia itu suka sekali di rata-rata. Jika semua orang, apapun pekerjaanya, mau berusaha untuk jadi yang terbaik maka Indonesia bisa lebih baik. Dia berkisah tentang bapaknya. Sopir angkot kan nggak ada tuh jam kerjanya. Tapi bapaknya selalu berangkat jam 5.30 gak pernah telat. Selalu ramah pada penumpang. Penumpang pun jadi terpikat dan banyak langganan.

Don't be average! Jadilah yang terbaik

Masih tentang orang Indonesia. Dia berkata bahwa orang Indonesia itu paling pinter kalau disuruh jiplak (apalagi yang lagi tren), tapi jiplaknya salah. Punk! Dandanan sama persis tapi tingkah laku punkers Amerika sama punkers di sini nggak ada mirip-miripnya. Dia bilang kalau anak punk di sana mainnya ke library! Di sini, main di kolong jembatan iya. Dia mau bikin satu new cool (baca: tren) baru. SMART. Dalam pergaulan juga perlu melihat segi intelektualitas. Ketika kuliah dia bergaul dengan teman dari kota ini lalu menyimpulkan oh begini. Bergaul dengan teman dari pulau ini, oh begini. Begitu seterusnya. Sampai di negeri yang dihuni bangsa seluruh dunia, Amerika pun juga. Hingga dia mulai mengenal apa itu opera, apa itu yoga.

Let's be more intellect

Dia bersyukur memiliki ibu yang memiliki dedikasi tinggi dalam menuntut ilmu. Seandainya dia dibiarkan saja tanpa dorongan untuk sekolah sampai tinggi mungkin saat ini sudah jadi sopir juga. "Coba lihat tokoh-tokoh hebat di dunia. Di balik semua itu ada sosok ibu." katanya. Tiang penyangga Indonesia maju adalah Ibu yang hebat. Dia bahkan menyimpulkan bahwa Gayus itu memang sudah salah didikan sejak kecil. Jika dia masih memiliki hati nurani dia pasti masih memikirkan ibunya, keluarganya. Saat sesi tanya jawab ada pertanyaan mengapa om Iwan memilih kembali ke Indonesia? Bukankah sudah enak hidup di sana. Dia menjawab bahwa 10 tahun tinggal di sana dia tak bisa datang ke pemakaman kakek dan neneknya. Setahun hanya pulang sekali. Tidak ada yang tau hidup seseorang sampai kapan. Dia ingin menemani Ibunya di hari tua.

Inilah petikan kisah dan motivasi yang aku dapat dari bedah buku 9 Summers 10 Autumns.

9_summers_10_autumns

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Don't Be Average! Jadilah Yang Terbaik

9 Summers 10 Autumns

Sebulan lebih blog ini tak terjamah :( maaf ya blog karena sudah menelantarkanmu.

Kemarin aku ikutan bedah buku om Iwan Setyawan yang judulnya 9 Summers 10 Autumns di Gramedia Expo. Sehari sebelumnya aku sudah sempat melihat dan membaca sinopsis buku itu di meja display buku terbaru saat berada di Togamas. Mari kita simak ceritaku.

 

Pagi hari ketika tengah asyik membuka Goodreads untuk melihat update terbaru buku yang dibaca teman-teman, ternyata salah satu teman baru saja membuat review tentang buku itu. Usai membacanya aku pun membuka halaman profil penulisnya. Pantesan sudah ada di sini lah wong penulisnya juga terdaftar di Goodreads. Tak lama aku pun menambahkan om Iwan sebagai teman. Di profilnya itu ada juga alamat Facebook dan Twitter miliknya. Begitu aku membuka profil Facebook om Iwan, ternyata aku sudah berteman dengannya hehehe (kebiasaan add orang sembarangan :P). Setelah melihat-lihat profil Facebooknya dengan teliti aku menemukan informasi yang bagus sekali! Hari ini om Iwan mau bedah buku di Surabaya. Hohoho betapa beruntungnya aku sempat membuka profilnya. Tak ketinggalan aku buka juga Twitter miliknya. Dan bertanya akan kepastian jadwal acara padanya. Ada dua sesi bedah buku  9 Summers 10 Autumns di Surabaya untuk hari ini, pertama pukul 2 siang di Gramedia Tunjungan Plasa lalu berikutnya pukul 4 sore di Gramedia Expo. Karena malas berangkat siang hari ketika matahari masih menyilaukan pandangan aku memilih untuk datang pada sesi kedua di Gramedia Expo.

Sepulang sekolah dan bermain sejenak di kamar keponakanku Nanda sudah mengajakku untuk mengantarnya ke rumah adik sepupu. Aku bilang padanya nanti saja jam 4, sekalian aku pergi ke bedah buku. Usai mengantarkan dia dan adiknya Ninda ke sana aku pun berangkat. Langit terbungkus awan kelabu tebal, tak ada sinar matahari yang menembusnya. Di tengah perjalanan rintik hujan mulai turun dan hujan lebat baru benar-benar turun ketika aku sudah sampai di Gramex, syukur deh gak kehujanan. Begitu tiba di toko bukunya ternyata acara sudah di mulai. Langsung saja aku mencari tempat duduk yang masih kosong. Setelah melihat orangnya langsung ternyata kecil juga :P hihihi. Sebentar.. aku lupa aku dateng pas om Iwan lagi cerita apa :doh: banyak banget sih yang di ceritain hehe. Aku ceritain yang aku inget aja ya ;).

Dia bercerita bahwa buku itu bukan hanya buku tentang dirinya, melainkan buku tentang seluruh keluarganya. Dia terlahir sebagai anak keluarga sederhana dari sopir angkot di kota apel Batu. Cita-citanya ketika masih kecil hanya satu ingin memiliki kamar sendiri, mengingat keadaan rumahnya yang hanya memiliki dua buah kamar yang berisikan banyak saudara. Sejak kecil om Iwan memang bukan anak biasa. Dia pandai mengatur waktu belajarnya. Tiap hari dia meminta ibunya agar membangunkannya jam 2 pagi agar bisa belajar karena selain dini hari suasana rumahnya pasti ramai dan tidak cocok untuk belajar. Ketika sudah jam 3 maka saat itulah kakaknya yang belajar, bergiliran. Dia bercerita betapa ibunya adalah orang nomor satu yang senantiasa menyemangatinya tanpa kenal lelah. Om Iwan bisa kuliah di IPB setelah menjual angkot milik bapaknya dan berhutang uang pada pamannya. Ketika dia sudah akan menyerah karena tak sanggup menghadapi tekanan ilmu statistika jurusannya dan beban hutang keluarganya, ibunya hanya berpesan "coba dulu." setiap akan menyerah selalu ibunya berpesan seperti itu. Dia juga bercerita betapa bapaknya adalah seorang yang bertempramen tinggi. Pernah suatu hari ketika dia masih kecil, bapaknya pulang kerja dan saat itu juga ibunya meminta uang belanja. Bukan uang yang di dapat malah suara bentakan penuh amarah. Saat itu dia dan saudara-saudaranya hanya mampu bersembunyi di kamar. Ketika pertengkaran sudah berakhir, om Iwan memberanikan diri keluar mencari ibunya. Dia menemukan ibunya di dapur berjongkok sambil menangis. Dia mendekati ibunya. Ibunya meraih tangan kecilnya, menggandengnya dan berjalan keluar masih dengan mata yang basah. Om Iwan menceritakan kejadian itu, matanya berkaca-kaca dan berkata, "Aku gak mau melihat ibuku menangis lagi."

Om Iwan adalah anak ketiga (aku gak tau dari berapa bersaudara :P ). Dia bercerita bahwa kakaknya yang pertama tidak bisa kuliah karena tidak lolos UMPTN akhirnya memutuskan untuk bekerja dulu dan mencoba lagi tahun depan. Ketika tahun depan tiba giliran adiknya atau kakak Om Iwan yang kedua untuk kuliah. Kakak pertamanya mengurungkan niat kuliah demi bisa membiayai kuliah kakak kedua. Ketika tiba giliran Om Iwan yang kuliah, tidak ada yang bisa membiayainya. Karena hal itulah angkot bapaknya terpaksa harus di jual kebetulan saat itu bapaknya sudah tidak menyopir angkot lagi. Dia benar-benar bersyukur memiliki keluarga yang dapat saling membantu kesusahan masing-masing anggotanya. Ketika kuliah kakak keduanya pernah di kirim ke Jepang sebagai siswa pertukaran budaya. Pulang dari sana dia mendapat uang jajan yang dipakai untuk beli tape recorder. Sisa uang tidak dihabiskan layaknya remaja lainnya melainkan untuk mengganti lantai rumah dengan keramik. Om Iwan berkata bahwa hati kakaknya itu nempel di lantai rumahnya. Yang membuat kakak perempuannya terus berjuang tak kenal menyerah juga ibunya. Beliau tak ingin anak-anaknya nanti sengsara seperti dirinya yang bergantung pada suami. Dia ingin anak-anak perempuannya juga bisa cari uang sendiri.

Itulah sedikit kisah tentang keluarga Om Iwan Setyawan, penulis 9 Summers 10 Autumns. Cerita belum berakhir sampai di situ saja. Pegel ngetiknya nih, tunggu lanjutannya ya ;).

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - 9 Summers 10 Autumns

Sahabat Terbaik Sepanjang Masa

Kali ini aku bukan mau bercerita panjang lebar seperti biasanya, hanya sedikit memberi tahukan bahwa ada sebuah buku yang wajib kamu baca untuk semua usia dan kalangan terlebih lagi buat yang sayang pada sahabatnya. Buku ini baru terbit dan di dalamnya berisi banyak sekali cerita pendek tentang persahabatan.

 

Harga: IDR 42.000

DAFTAR ISI:
Pacar Baru Fathir – Adyta Purbaya
Aku dan Mereka - Kim
Friend or Foe – Livia Natasha
Aku Rindu Kamu – Bilqis
Ayah, Bintang Idolaku – Linda
Bait Rindu untuk Bunda – Lina Lidia
Balada Persahabatan AMP – Rendy Tri Aprizal
Bestie is a Bestie – Mochammad Bachtiar Zulkifli
Bintang untuk 5 Bunga – Dianragandhi
Christmast card on Christmast tree as Christmast wish –
Cucuth – Echa
Elang – Fadhila Inggita
Kantung Virus – Ikhwan Rafiq
Maaf – Riyan Raditya
Memory tentang Skripsi – Rissa
Menanti Hello Kitty memelukku – Qalbi SQ
My Lovey Dovey Godzilla – Nia Hesti Aprilya
Sahabat Rahasiaku – Rissa
Sahabat, Aku mohon maaf – Syafroni
For the best mother in the world – Sarahanna
Sehidup Semati – Mellisa
Satu Sepatu Kaca – Wisoshi Hana
Sobatku Ramadhan – Nyol
Suami Istri adalah Sahabat – Puguh Bondan
Terimalah Kasih ini, Sahabat – Ninda Syahfi
Cermin – Sekar Wulandari
Sebungkus Harapan – Mieny Angel
Aku Suka Hidung Bulatmu – Merry Wulan
Bukit Senyum – Masitha T.Kumala

Selain buku ini masih ada dua buku lagi yang masih sama temanya karena memang ketiganya merupakan proyek dari Wangi Mutiara Susilo  bersama nulisbuku untuk mengungkapkan isi hati pada sahabat. Royalti penjualan buku akan diberikan untuk pendidikan anak-anak di panti asuhan.

Bila kamu beruntung kamu akan menemukan cerita buatanku di sana.

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Sahabat Terbaik Sepanjang Masa

My Blogger Friends

Lama tak jumpa nih kawan, aku lagi sibuk ngerjain proyek buat UAS yang nggak kelar-kelar nih... fiuuuuh.

Kamu punya teman kan? Entah itu teman bermain, teman sekolah, teman ngaji, teman masa kecil, teman dekat, atau teman tapi mesra? :oops: hehehe. Teman itu tempat untuk berbagi kebahagian, berbagi keluh kesah, bertukar pendapat, dan masih banyak lagi yang lain. Aku mau menulis tentang dua orang teman dekatku di dunia tulis menulis blog. Siapa mereka? Mereka adalah dua orang mahasiswi yang aku kenal terlebih dahulu di facebook.

Jiyuu

Itu nama samarannya. Teman-temannya sering menyapa dirinya Nobek, kalau aku sendiri memanggilnya sensei. Aku tertarik menambahkan dia sebagai teman di facebook karena melihat foto profilnya yang tengah duduk di atas batu besar sebuah lembah yang begitu hijau dikelilingi pepohonan. Begitu tau kalau dia juga sama-sama penulis lepas di blog pribadi aku jadi makin sering mengunjungi profilnya. Pada suatu hari dia pernah menulis cerita tentang kisahnya menjadi salah satu murid pertukaran pelajar di Jerman. Cerita itulah yang akhirnya membuatku memanggil dirinya sensei. Tulisan senseiku yang satu ini aku kategorikan pada kisah menarik berdasarkan pengalaman pribadinya. Ada juga sedikit cerpen fiksi karangannya yang di tulis di blog tapi lebih banyak lagi yang tidak di tulis karena dia beralasan kalau cerita fiksi miliknya dikirim ke majalah yang mewajibkan penulis agar tidak mempublikasikan karya kirimannya itu. Selain banyak belajar dan bertukar pendapat dengannya dia juga sering mengoreksi tulisan-tulisanku yang menurutnya kurang ini dan itu.

Kuma

Dia ini sahabat sejati dari sensei Nobek lho (aku tambahkan julukan dari temannya karena aku memanggil kedua orang ini dengan sebutan sensei), mereka sudah berteman sejak SD dan selalu bersama sampai sekarang! Aku mengenal sensei Kuma sudah lama juga sih tapi baru beberapa bulan ini jadi semakin akrab. Dia juga aku jadikan teman saat menjelajah profil facebook sensei Nobek, foto profilnya awan mendung (dari dulu gak pernah ganti). Blognya sudah ia tulis jauh lebih lama daripada blog milik sensei Nobek tapi sempat vakum berbulan-bulan. Pertama mampir ke blog miliknya aku tak begitu tertarik karena kevakumannya tadi, tapi kalau sekarang beda lagi, dia sudah mulai eksis kembali. Membaca tulisan-tulisan terbarunya selalu membuatku tertawa terbahak-bahak. Tulisannya ini aku masukkan dalam kategori tulisan konyol nan ajaib. Aku jarang bertukar pendapat dengannya, paling-paling hanya bertukar informasi karena dia hanya online di kampus. Sampai saat tulisan ini terpublikasi di sini aku belum pernah bertatap muka langsung dengan kedua senseiku ini :lol:.

Semoga kalian berdua senang membaca tulisanku ini hehehe :P
Foto: sebelah kiri sensei Kuma dan sebelah kanan sensei Nobek

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - My Blogger Friends

Kamar VIP (Gaya Baru Malam Selatan 2)

Satu stasiun baru saja terlewati namun aku masih terus melangkah demi menemukan tempat untuk duduk maupun sekedar berdiri melepas lelah. Pelukis semesta sudah menuangkan cat warna merah menyala. Matahari mulai bergulir ke barat menyinari belahan dunia lainnya. Beberapa belas menit lagi waktu maghrib akan segera tiba. Lagi-lagi rombonganku tersendat karena banyaknya penjajah makanan dan minuman yang berlalu lalang juga para penumpang lain yang duduk sekenanya di sepanjang jalan di tengah gerbong.

"Sek, macet." abdi negara yang mengajakku ikut rombongannya tadi menoleh dan berkata padaku yang ada di belakangnya.
"Iyo mas." aku menjawabnya sambil tersenyum.

Mereka adalah putra bangsa yang berasal dari kota Yogyakarta dan sekitarnya. Tanpa bertanya pun aku sudah bisa menebak ketika mendengar intonasi rangkaian suara yang mereka ucapkan, apalagi tadi ada orang yang bertanya pada mereka mau turun dimana, lalu pria paling depan menjawab: Jogja. Sebenarnya aku agak takut juga saat salah satu dari mereka menyuruh yang lain untuk terus melangkah hingga ke lokomotif masinis. Yang kutakutkan adalah bila terjadi kecelakaan, naudzubillah. Bukan maksudku berkeinginan atau berfirasat tidak baik agar terjadi kecelakaan, bukan. Sudah berkali-kali aku mendengar berita tentang kecelakaan kereta yang menyebabkan hilangnya puluhan nyawa. Dan biasanya yang terkena dampak paling parah adalah gerbong depan atau belakang.

 

Lampu di gerbong kereta mulai menyala. Begitu juga lampu-lampu jalanan, rumah-rumah penduduk juga lampu kendaraan yang tertangkap walau hanya sekelebatan saja oleh mata ketika aku menatap jendela. Aku bersandar pada sambungan gerbong ditemani beberapa orang yang juga sedang bersandar. Entah ada di batas gerbong ke berapa aku sekarang. Dua abdi negara rombonganku tadi telah menemukan tempat mereka sendiri di gerbong belakangku, sedangkan aku dan sang kapten yang memimpin kami tadi berada di antara sambungan gerbong mereka dengan gerbong depan. Berada tepat di sambungan ternyata lebih tidak mengenakan. Sempit dan banyak yang pedagang berlalu lalang. Kadang kaki terinjak kadang perut tertohok barang yang mereka bawa, dan ah.. banyak deh. Aku masih mengincar tempat yang nyaman untuk bisa duduk walau harus menekuk anggota tubuh yang lain. Dan tempat itu telah aku temukan, hanya tiga langkah di bawah tempatku berdiri, di dekat pintu masuk gerbong bukan di sambungan! Aku melihat potensi tempat itu cocok sekali untuk duduk, tapi sayangnya orang yang duduk di depan tempat itu menelunjurkan kakinya yang bersepatu kets putih. Setelah mengamati lebih jelas seperti apa wajah dari orang itu yang ternyata juga seorang bocah kira-kira hanya dua tiga tahun diatasku, aku memberanikan diri untuk meminta orang itu menekuk kakinya.

"Lah, ngono lak enak." kata sang kapten yang masih berdiri di sekitar tempat itu juga.

Setelah mengaitkan tas bawaanku di atas, aku pun akhirnya bisa duduk manis di depan orang yang tadi berselunjur kaki. Di sebelah kiriku ada sang kapten masih berdiri, dua orang pria yang mulutnya tak berhenti mengeluarkan asap rokok duduk di sebelah kaki kapten juga seorang mbah yang duduk tepat di depan pintu gerbong bagian kiri sedangkan di sebelah kananku ada rombongan keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan seorang anak gadisnya duduk di atas kardus-kardus, beberapa tas dan koper besar dekat sekali dengan pintu gerbong bagian kanan yang salah satu jendelanya bolong tak berkaca. Aku mencuri-curi pandang melihat wajah gadis itu walau bapaknya tepat disampingku :P. Stasiun Cirebon baru saja terlewati setelah beberapa penumpang baru ikut memeriahkan suasana pesta dalam gerbong kereta ekonomi ini. Aku baru saja membalas SMS dari Tiyas yang menanyakan keadaanku. Padahal baru berpisah berapa menit kok rasanya cemas sekali kalimat pertanyaannya.

 

Dua bocah belasan yang baru saja melintas di sampingku berhasil mendapat tempat duduk di lantai gerbong di samping dinding toilet. Semula aku tak menyadari mengapa pintu toilet selalu tertutup. Begitu ada seorang wanita gemuk yang ingin buang air memaksa masuk ke dalam toilet aku baru tau kalau toilet kereta ekonomi bisa di alih fungsikan menjadi kamar VIP! Mengagumkan, sungguh citarasa PT. KAI, tiada duanya di dunia perkereta apian di negara-negara lain.

Bersambung...

 

Melihat berita kecelakaan kereta api di Banjar - Jawa Barat membuatku ingin melanjutkan lagi kisah perjalanan semalamku berkereta dari Subang ke Surabaya. Kereta Mutiara Selatan yang menjadi berita utama beberapa hari ini karena telah menabrak kereta Kutojaya juga pernah aku tumpangi ketika aku main ke rumah pamanku Suroso untuk pertama kalinya ketika aku masih SMP kelas 2 di temani pamanku Abidin dan saudara sepupuku Diar. Semoga korban meninggal diterima disisiNya dan korban lainnya diberi ketabahan, Amin.

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Kamar VIP (Gaya Baru Malam Selatan 2)

Neraka Cermin

Buku hadiahku menang kuis dari bukuKatta kerjasama dengan GRI sudah sampai nih hari ini. Di dalam buku yang memiliki tebal 102 halaman ini ada 6 buah cerita yang judulnya:
1. Neraka Cermin
2. Jurang
3. Kembar (Pengakuan Seorang Penjahat pada Pendeta)
4. Kursi Bernyawa
5. Dua Orang Pincang
6. Ulat
Aku baru baca 3 judul pertama nih. Dan di cerita kedua rasanya aku pernah membaca dan melihat cerita serupa dalam serial komik dan film kartun Detective Conan.
Baca Selengkapnya - Neraka Cermin

Berburu Masa Lalu

Hari itu sepertinya Tuhan mendengar doaku. Sudah lama aku ingin pergi ke suatu tempat yang sudah setahun lebih tak pernah aku kunjungi. Baru saja aku masuk kelas untuk memulai kuliah. Masih seperti biasa, akulah mahasiswa terakhir yang menjadi penutup semua keterlambatan. Belum juga aku duduk tapi Lanang bilang kalau kuliah sudah selesai. Aku cuek saja dan langsung melenggang ke toilet setelah izin pada dosenku. Saat aku kembali ternyata teman-teman benar-benar berkemas dan segera bergegas meninggalkan kelas. Aku pun tak mau ketinggalan lalu mengekor di belakang mereka.

"Ada apa sih kok cepet banget kuliahnya? Apa aku kelamaan telatnya?" aku bertanya pada Eka sambil membuka hapeku untuk melihat jam.
Eka yang ada di depanku menjawab dengan santai, "Makanya besok datengnya jam 10 aja."

Aku cuma bisa manggut-manggut mendengar sindiran temanku yang satu ini. Baru jam 9 seperempat.. enaknya main kemana nih? Setelah bertanya-tanya tentang kegiatan yang tadi dilakukan sebelum ke datanganku, aku memantapkan niatku untuk pergi berburu buku. Kalau sudah berurusan dengan buku pastinya aku akan berkelana sendiri tanpa ditemani konco-konco karena mereka bukanlah pelahap buku. Setapak demi setapak aku melangkah hingga tak terasa sampailah aku di tempat perburuan pertama, TM Petra yang memang tak jauh letaknya dari kampus. Daftar buruan buku-buku yang ingin aku beli sudah tertata rapi di dalam otak. Sempat aku melihat Ranah 3 Warna yang baru saja terbit yang juga masuk daftar buruanku ini. Aku hanya bisa mengelus sampul buku yang terbungkus plastik karena untuk bisa memilikinya butuh separuh isi dompet melayang ke meja kasir. Setelah berkeliling sebentar di rak buku cuci gudang dan kecewa karena bukunya masih tetap itu-itu saja aku pun menuju komputer pencari. Belum juga aku sampai; mata, kaki, dan tanganku kembali tidak bisa menahan diri untuk tidak bekerja sama berhenti lalu membolak-balik buku yang menyilaukan pandangan.

Nh.Dini, aku mau cari buku-buku Nh. Dini. Setelah tak menemukan rak buku dimana terdapat beberapa buku Nh. Dini tersebut walau sudah mendapat bantuan dari komputer pencari, akhirnya aku bertanya pada penjaga toko. Aha! Akhirnya ketemu juga buku yang ku cari-cari. Sebenarnya aku bisa membeli buku itu tapi aku teringat akan suatu tempat yang biasa aku kunjungi bersama teman SMAku yang sudah lama tidak aku kunjungi. Sekali lagi, hanya bisa mengelus dan mengucapkan sampai jumpa pada buku itu aku pun meneruskan perjalanan menuju lembah perburuan berikutnya.

Bersambung...

Seneng banget sih bikin cerita seri? Toh nantinya juga bingung bikin endingnya? Sudahlah, nikmati saja apa yang aku tulis ini. Sebenarnya masih begitu banyak kegiatan yang terpotong pada cerita diatas. Tapi apa boleh buat karena aku merasa tidak begitu penting untuk diceritakan. Tetep tongkrongin blog ini kalau mau tau kisah selanjutnya :)

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Berburu Masa Lalu

Keberuntungan VS Kebodohan

Awal bulan kemarin aku ikutan kuis berhadiah buku Edogawa Rampo di GRI. Persyaratannya mudah dan sederhana sekali. Siapa yang tidak tergiur? Apa lagi pelahap buku macam saya ini. Ada yang tidak mengenal Edogawa Rampo? Jangan minder jangan khawatir, aku sendiri juga asing kok mendengar nama tersebut :P hehe. Mari kita kupas sejarah singkat tentang sosok penulis dari negeri matahari terbit ini.
Edogawa Rampo yang memiliki nama asli Tarō Hirai ini lahir tanggal 21 Oktober 1894 di prefektur Mie (sekarang kota Nabari), Jepang. Dia adalah penulis cerita detektif yang telah melegenda di negerinya bahkan di beberapa negara lain. Ceritanya banyak diilhami dari karya penulis cerita detektif dari Eropa dan Amerika. Nama Edogawa Rampo sendiri sebenarnya berasal dari pelafalan Edgar Allan Poe dalam bahasa Jepang. Karya Rampo yang begitu digemari pembaca adalah serial detektif dengan tokoh utama Kogoro Akechi. Sedikit bocoran nih, ternyata Aoyama Gosho juga penggemar cerita detektif Rampo lho. Terbukti dengan serial komik Detective Conan yang berlatar cerita detektif juga, dengan penamaan tokoh utamanya Conan Edogawa dan Kogoro Mouri. Edogawa Rampo meninggal diusia 70 tahun tepatnya tanggal 28 Juli 1965.
Sekarang sudah tau kan? Baiklah saatnya kembali ke kuis lagi. Untuk bisa mengikuti kuis tersebut peserta hanya perlu menuliskan jawaban atas pertanyaan yang isinya seperti ini:
"Seandainya kalian jadi Conan lalu mengecil, sebutkan 3 hal yang akan kalian lakukan!"
lalu mengirimkannya lewat email. Langsung saja aku buka emailku, terus ketik ketik ketik... jadi deh, lalu kirim dan beres tinggal nunggu pengumuman pemenang.
Aku sempat terlupa akan kuis ini dan baru teringat kemarin. Aku buka emailku dan ku cari-cari balasan dari panitia di kotak masuk. Ternyata tidak ada berita terbaru. Hm.. tak patah arang aku pun mengirim email lagi untuk menanyakan pengumuman. Pengumuman ternyata sudah beredar sejak 13 Januari! Sehari setelah hari terakhir penutupan kuis.

Jreng jreng jreng!!! Lihat, nama siapa itu di baris pertama! Benar-benar terharu deh :cry: ini kali pertama aku menangin kuis berhadiah buku. Setelah puas mengharu biru aku melanjutkan bacaanku ke pesan-pesan berikutnya. Empat pemenang lain sudah mengirim alamat beserta nomor telepon yang bisa dihubungi ke pihak panitia penyelenggara. Lalu nasibku bagaimana? Aku baca lagi baca lagi dan oh... ada beberapa suara dari peserta yang tidak menang meminta panitia agar kemenanganku dibatalkan saja lalu digantikan dengan dirinya :cry: sesaat tubuhku terasa lemas. Untungnya panitia masih memberi kelonggaran waktu untukku hingga batas maksimal hari Selasa (baca: hari ini).

Pesan dariku, jika kalian ikutan kuis atau lomba khususnya yang bersifat ONLINE, jangan lupa catat tanggal penting supaya tidak ada kejadian seperti yang kualami ini.
Baca Selengkapnya - Keberuntungan VS Kebodohan

Bumi dan Kita

Lupakan sejenak rutinitas yang kamu lakukan sehari-hari. Keluarlah ke depan rumahmu dan lihat sekeliling. Apa kamu masih menemukan sedikit tanah di pekarangan rumahmu tempat berlangsungnya hidup sebagian makhluk ciptaan Tuhan yang biasa disebut tumbuhan? Syukurlah kalau rumahmu masih menyisakan sedikit tempat untuk makhluk itu. Sekarang dekatilah makhluk itu dan lihat dengan seksama diantara rimbunnya dedaunan dan diantara kuncup-kuncup berwarna terang nan wangi yang ada. Apa kamu menemukan makhluk ciptaan Tuhan lainnya? Syukurlah kalau masih ada ulat dan beberapa serangga kecil lainnya yang betah hidup disana. Andai banyak manusia yang masih mau menjaga lingkungannya.

Kemajuan teknologi buatan manusia begitu nyata dampaknya pada kedaan alam. Beberapa dekade terakhir sudah banyak kita mendengar tentang perjanjian internasional yang membahas tentang isu lingkungan hidup. Diantaranya seperti pemanasan global, perubahan iklim, sampah plastik dan isu-isu lingkungan lainnya. Jika kita tidak segera merubah kebiasaan buruk mencemari lingkungan sekitar, maka bisa dipastikan anak cucu kita tak akan bisa menikmati indahnya bumi ini di masa yang akan datang.

Pemanasan global terjadi karena efek rumah kaca yang paling banyak disebabkan oleh pembuangan karbondioksida (CO2) yang sebagian besar merupakan sumbangan dari sisa gas pembakaran kendaraan bermotor di kota-kota besar, juga penebangan liar di hutan yang mengakibatkan berkurangnya tempat penampungan gas CO2. Efek jangka panjang dari pemanasan global berdampak pada perubahan iklim. Dalam prosesnya perubahan iklim terjadi lebih lambat. Sebagai contoh adalah mencairnya es di kutub selatan yang berakibat bertambahnya volume air laut dan bisa menenggelamkan beberapa pulau kecil, musim kemarau yang berkepanjangan hingga menyebabkan kekeringan sementara musim hujan menjadi begitu singkat dengan curah hujan yang lebih tinggi dan badai.

Penggunaan barang-barang yang mengandung CFC (chlorofluorocarbon) secara berlebihan juga menyebabkan penipisan pada lapisan ozon. Sampah plastik juga menyebabkan kerusakan lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terurai. Menyebabkan banjir jika dibuang sembarangan di sungai sementara bila hanyut hingga ke lautan bisa membunuh berbagai binatang laut karena menganggap plastik sebagai makanan, menyebabkan tanah tidak subur dan membunuh hewan yang hidup di dalam tanah, menyebabkan polusi udara ketika dibakar.

Sebelum terlambat mari memulai langkah baru dengan menghindari pemakaian produk yang tidak ramah lingkungan. Sebagai pencegahan pemanasan global simpan dulu kendaraan pribadi setidaknya seminggu sekali dan coba bepergian menggunakan kendaraan umum. Usahakan jika bepergian ke tempat yang tidak begitu jauh sebaiknya menggunakan sepeda saja toh bersepeda juga menyehatkan badan. Jika ada kesempatan di waktu luang hiasi pekarangan rumah dengan menanam banyak tumbuhan, kalau bisa ganti pagar besi dengan pagar dari tumbuhan hingga terlihat elok jadi rumah bergaya green house. Bagi yang tidak punya lahan jangan berkelit dulu, kan masih ada tumbuhan yang bisa bertahan walau hidup di dalam pot.

Kegunaan utama CFC ialah sebagai bahan penyejuk, bahan dorong dan pelarut, namun kini penggunaannya mulai dihentikan secara berangsur-angsur karena menyebabkan penipisan lapisan ozon. Beralih ke masalah sampah, sebaiknya sebelum membuang sampah ke tempat pembuangan sebaiknya kita upayakan memisahkan sampah organik yang mudah terurai dengan sampah non organik seperti plastik, logam, kaca, kardus dan sebagainya. Sebaiknya gunakan kembali barang tersebut (barang non organik) hingga sudah benar-benar tidak bisa dipakai dan tidak bermanfaat. Jika memang sudah tidak bermanfaat kumpulkan sampah tersebut dan berikan atau jual pada pemulung untuk didaur ulang lagi oleh pabrik. Terakhir cobalah membawa tas sendiri yang ramah lingkungan ketika akan membeli sesuatu untuk menghindari pemakaian tas plastik yang hanya bisa sekali hingga dua kali pakai.
Let's save our planet together!
Sumber informasi:
Wikipedia(ID)

Wikipedia(MS)
UPI
Baca Selengkapnya - Bumi dan Kita