Path Facebook Instagram Twitter Google+

Pertengkaran Kecil Minggu Dini Hari

Perkenalkan namaku Andrew. Aku mau berbagi cerita di sini. Tadi malam aku terjaga dari tidurku. Mendengar suara pertengkaran yang semakin meninggi aku pun memaksakan diri untuk terlibat.
“Jangan kau selalu menggandoli cucumu.” Kata Bapak mengintimidasi Ibu.
“Siapa yang menggandolinya? Kau tak lihat aku sedang mandi ketika dia menangis?”
“Tapi kau selalu seperti itu. Mendidik anak jadi tak mau pulang bersama Ibunya.”
Tadi sore Lily keponakankumenangis setelah merengek-rengek pada Ibunya minta diberi uang jajan namun tak segera dikasih dengan dalih tak ada yang menemani. Entahlah, aku tak mengerti jalan pikiran orangtua itu seperti apa. Sejak kecil aku tak pernah dan jarang sekali disuruh oleh orangtuaku membeli barang yang mereka butuhkan. Mereka terlampau sayang padaku dan lebih memilih menyuruh sepupuku yang usianya juga tak terpaut jauh dariku. Kini ketika masa dewasaku apa yang mereka suruhkan padaku terkadang tak aku penuhi dan hasilnya tentu saja sepupuku yang akhirnya berangkat menggantikanku. Aku sudah menduga hal itu makanya aku berani menolak. Kini hal seperti itu berulang pada keponakanku ini. Ibunya bisa saja langsung memberinya uang dan masalah tak kan pernah terjadi. Tapi lagi-lagi karena rasa sayang yang berlebihan Ibunya tak menizinkan Lily beli sendiri. Akhirnya Lily pun menangis dan berteriak-teriak seperti biasa.
Cara menangisnya benar-benar jelek, jangan ditiru ya. Nenekku yang juga merupakan nenek buyutnya Lily keluar mendengar tangisnya yang tak henti-henti. Lily kalau sudah menangis pasti ujung-ujungnya minta digendong. Nenek sudah hafal itu. Tidak ada yang biasa menggendongnya di sini tapi itu selalu Lily minta ketika ia menangis. Ibunya tidak langsung menggendongnya hingga membuat tangisnya tak juga reda. Ketika Nenek sudah duduk di hadapan Lily yang menangis barulah Ibunya mau menggendongnya. Hah.. satu lagi yang tak aku mengerti dari orangtua. Ibu Lily yang juga merupakan kakaku ini tak mau anaknya manja dan selalu minta gendong. Apa tak digendong ketika menangis sedangkan tak membiarkan anaknya membeli kebutuhannnya sendiri akan membuatnya menjadi anak yang tidak manja? Ketika menangis tadi saudara kembarnya, Lala bersama dengan sepupuku (kali ini bukan sepupu yang sama dengan sepupu di masa kecilku melainkan adiknya yang paling kecil) lah yang akhirnya berangkat karena Lily termasuk anak yang susah dibujuk ketika sudah menangis. Ibuku baru selesai mandi saat Lily sudah diam dan mendapat jajan yang diinginkannya. Tak lama Bapak pun tiba di rumah. Saat itu juga kakakku mengajak kedua anak kembarnya ikut pulang bersamanya. Lala dan Lily bersekolah di sini. Kedua orangtuanya bekerja dan hanya mampir ketika sore hari. Lala sering ikut pulang bersama Ibu dan Ayahnya. Tapi tidak demikian dengan Lily. Lily lebih suka tinggal di sini, di rumah tempat tumbuh Ibunya dulu.
Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya, yang terlihat olehku hanya Lily yang tak mau pulang dan duduk di pangkuan Ibuku. Akhirnya Lily pun tinggal setelah bujuk rayu orantuanya tak mempan. Ibu memang terlampau sayang terhadap Lily.
“Aku tak mendidiknya seperti itu. Dia memang tak mau pulang.”
“Setidaknya kau harus membujuknya agar mau pulang. Bukan malah menggandolinya agar tetap di sini.”
“Sudah ku bilang aku sedang mandi ketika ia menangis.” Air mata Ibu mulai tumpah.
“Kadang aku merasa tak kuat menjadi istrimu.”
“Kalau diberi tau selalu begitu.” Mendengar kalimat terkakhir Ibu tangan Bapak mulai ikut bicara. Aku yang sudah berada di kamar itu mencegahnya.
“Sudahlah. Tengah malam kok ribut.” Aku berkata pada mereka yang ada di situ.
“Lihat, Lily sampai terbangun.”
Aku melihat wajah Lily benar-benar pucat, tak berani menatap orang-orang yang ada di situ. Setelah hampir satu menit berdiri di tempat akhirnya Bapak pun keluar kamar. Ibu masih terisak-isak. Aku mendekati Lily dan mengecup pipinya. Seraya berkata agar tidur lagi. Pandangan matanya masih kosong. Entah sudah berapa lama dia terbangun sama seperti ku ketika mendengar pertengkaran tadi. Aku merasakan jantungnya masih berdebar kencang membuatku teringat akan masa kecilku yang sama dengan apa yang dialami oleh Lily saat ini. Aku lupa apa gerangan yang memicu pertengkaran Ibu dan Ayah waktu itu. Yang pasti akibat ulahku juga. Ibu terisak-isak sama seperti malam ini. Aku benar-benar merasa bersalah waktu itu. Hingga membuatku selalu mengingat peristiwa tersebut. Ibuku orangnya terlalu sensitif jika berbicara menyangkut kelalaian dan kesalahan dirinya. Sedangkan Bapakku orangnya keras kepala dan tak mau mendengar perkataan istri maupun anak-anaknya, maunya menang sendiri. Menjadi ketua RT pun tak pernah beliau mendiskusikan dengan keluarganya. Aku anaknya yang sudah kuliah bahkan kakakku yang sudah bekerja dan punya anak sendiri tak pernah dimintai pendapat terhadap masalah apa pun. Bapak lebih suka bertukar pendapat dengan antek-anteknya (sebutanku buat sahabat-sahabat dekatnya). Semoga Lily tak terluka perasaannya akibat melihat pertengkaran barusan. Aku menemaninya hingga terlelap. Jika sudah menikah dan punya anak nanti, aku tak mau merepotkan orangtuaku.

0 obrolan:

Posting Komentar

Habis baca jangan lupa tinggalin jejak ya :D