Path Facebook Instagram Twitter Google+

Creativity is a great equipment for better future




“Rio, mau kemana kamu?” tanya Tania.
Mereka berpapasan dan nyaris bertubrukan di depan pintu kelas. Rio menunjuk ke arah lapangan lalu berlari sambil bilang, “Mau main bola. Ngilangin pusing habis ketemu Algoritma. Nanti kalau dicari bilang kalau aku kurang sehat dan istirahat di UKS.”
Jam pertama langsung dijejali rumus matematika membuat Rio pusing tujuh keliling. Dengan beralasan bahwa waktu paling fresh untuk belajar ialah pagi hari. Hampir seluruh kelas di SMA Rio serentak mengisi jadwal pelajaran pertama dengan pelajaran yang menurut bocah berambut klimis tersebut bikin pusing. Belum lagi disambung dengan kimia. Bisa mati keracunan rumus-rumus sains aku kalau terus berada di kelas. Dalam hati Rio membatin. Tidak banyak guru yang benar-benar meluangkan waktu untuk menghafal siswanya satu persatu. Mereka lebih suka menghafal siswa dari keaktifan di kelas dan nilai-nilai ujian. Maka dari itu Rio sering cabut pun tidaklah menjadi perhatian besar. Toh ia bukan penghuni ranking puncak.
Satu-satunya tempat favorit penggila Manchester United itu ialah lapangan yang letaknya strategis di sudut belakang sekolah. Sungguh beruntung baginya karena kelasnya berada di barisan depan sesudah ruang kepala sekolah, ruang guru, dan ruang tata usaha. Apalagi sejak pertama menginjakkan kaki di sekolah ini ia telah bekenalan dengan beberapa teman sesama penyuka bola. Begitulah cara pembangkang yang suka tiba-tiba cabut dari kelas itu menikmati masa putih abu-abunya. Di lapangan yang tiada pernah terlihat sepi itu. Pusat kreativitas siswa di bidang non akademik jadi penyeimbang.
Priiiiiiiit…. Priiiiiiiiitt… Priiiiiiiiiiiiiiiiiiittt…
Ia baru saja memberi umpan silang pada Igo dan berhasil mengecoh musuh saat suara peluit itu berbunyi.
“Celaka! Ayo ngabur!” Igo memberi aba-aba langsung diikuti semua anak di lapangan.
Rio dan kawan-kawan lari tunggang langgang berpencar ke berbagai penjuru sekolah. Bobi, Igo dan dirinya mungkin sedang dirundung nasib buruk hari itu. Dari sekian siswa mereka bertiga yang menjadi mangsa Pak Cipto, guru Bahasa Indonesia merangkap guru Bimbingan Konseling.
“Berandal, stop! Atau kalian bertiga akan saya skors.”
Nyali Rio dan Igo tidak menciut sama sekali dengan gertakan semacam itu. Tetapi Bobi mulai mengurangi kekencangan larinya dan perlahan-lahan menghentikan langkah sesuai perintah Pak Cipto.
Sial.
***
Rio dan teman-temannya tidak jadi diskors. Melainkan hanya di suruh mengecat lapangan. Pak Eko guru Olahraga menjadi pembela nomor satu atas hukuman yang dinilai tidak mendidik dari Pak Cipto.
“Mereka ini bintang lapangan sekolah kita. Skorsing bukan hukuman yang efektif untuk anak-anak ini,” pembelaan Pak Eko membuat sekumpulan pembolos pelajaran di kelas itu berbesar hati.
“Oh… begitu. Lantas menurut bapak hukuman apa yang pantas untuk para berandal ini?”
“Karena kalian yang paling sering memakai lapangan kalian juga yang harus merawatnya.”
Sepulang sekolah mereka pun mengecat ulang lapangan, pentas mereka menunjukkan bakat. Di kejauhan Pak Cipto hanya melihat sambil tetap memasang tampang galaknya. Usai membereskan peralatan dan berpamitan dengan Pak Eko yang sedari tadi menemani. Satu-persatu mereka pulang. Tinggallah Pak Eko dan Rio yang ada di lapangan.
                “Ada yang mau dibicarakan?” Pak Eko membuka percakapan.
                “Pak Eko kenapa bisa membela kami sampai seperti itu?”
                “Tentu karena hukuman skorsing tidak cocok buatmu, Nak.”
                “Lalu… bintang lapangan seperti yang bapak bilang. Kami ini cuma siswa yang kerjaannya membolos pelajaran.”
                “Jadi itu yang membuatmu gelisah. Apa kamu tidak mau bapak sebut bintang lapangan?”
                “Saya punya cita-cita pak. Menjadi pemain Manchester United. Seperti Rio Ferdinand...”
                “Bagus itu. Impian itu bukan cuma diangan-angan. Tapi harus diwujudkan.” 
                “Terima kasih, Pak.”
***
                Selepas SMA Teman-teman mulai meniti jalan masing-masing. Igo lanjut kuliah di jurusan Hubungan Internasional. Bobi melanjutkan kuliah di sekolah kedinasan. Tania lolos masuk jurusan kedokteran. Aku sendiri masih meniti karir sepakbolaku. Tinggal selangkah lagi gerbang Old Trafford akan segera aku masuki. Sudah hampir dua tahun aku berkelana di negeri yang bahasanya didaulat menjadi Bahasa internasional ini. Sambil bekerja paruh waktu aku senantiasa berulang kali mencoba peluang masuk menjadi pemain di Manchester United. Di pertengahan musim gugur yang tinggal beberapa hari lagi. Aku akan menjalani latihan percobaan selama sepekan untuk seleksi Tim D. Orang tua dan seluruh kerabat dekat di Indonesia sudah aku kabari. Termasuk Pak Eko.
***
                “Bob, tumben-tumbenan bisa keluar nongkrong bareng,” kata Igo.
                “Iya nih biasanya kan kamu paling susah kalau diajak ngumpul,” Tania ikut menimpali.
                “Iya iya maaf. Kan kalian tahu sendiri aku tinggalnya sekarang di asrama. Ketat banget peraturannya. Nggak boleh inilah nggak boleh itulah,” Bobi mulai ngoceh panjang lebar.
                “Ye… malah curcol dianya,” kata Tania sambil tertawa.
                Ketiga teman SMA itu pun tertawa bersama.
                “Eh, mas. Boleh pinjam remotnya? Ada MU nih lagi main.” Bobi berkata pada pelayan depot.
                “Oh… iya mas. Nanti saya gantikan saluran tevenya.”
                “Sip mas!” Bobi mengacungkan dua jempol.
                “Jadi kangen sama Rio nih. Kan dia yang paling nggak mau ketinggalan kalau MU lagi main.” Tania berkata dengan nada sedih.
                “Iya sih. Sudah setahun ini dia nggak ngirim kabar buat kita-kita. Kamu di kirimi kabar, Bob?” tanya Igo.
                “Terakhir sih pas dia mau ikut seleksi Tim D. Kira-kira ya setahun lalu kayak yang Tania bilang tadi.” Balas Bobi
                Teve telah ganti saluran MU Vs Chelsea. Beberapa orang di depot ramai karena MU menyarangkan gol. Tiba-tiba terlihat sosok yang sangat mereka bertiga kenal melakukan gaya selebrasi.
                “Itu… Rio!”

=========================================================================

Karakter favort game of Thrones
Daenerys Targaryen 
Karena dia ratu yang tegar dan cantik
Baca Selengkapnya - Creativity is a great equipment for better future