Path Facebook Instagram Twitter Google+

Ekspedisi Ke Bande Alit

Hari Kamis aku menerima pesan singkat dari Sandy. Isinya begini, "Aku sabtu main ke Bande Alit. Mau ikut?"

Dalam batin aku bermonolog. Sabtu... tugas UTS belum ada yang kelar. Ditmbah lagi harus bikin tugas kelompok. Tapi Bande Alit bukan wahana wisata populer. Kalau tidak ikut sekarang kapan lagi aku bisa kesana? Terus sama siapa?

Setelah menetralisir batin yang bergejolak maka aku putuskan meninggalkan tugas kelompok dan pergi berpetualang ke Bande Alit. Maafkan aku rekan sekelompok tata artistik.

Tanggal 20 Oktober. Mulanya kami akan berangkat pukul 7 sesuai rencana. Karena sebab dan akibat yang kurang jelas maka berangkatlah kami pukul... Jreng jreng jreng. Setengah sembilan, molor apa molor nih? Tujuan paling awal adalah rumah Sandy di Wuluhan. Aku berboncengan dengan Putra sementara Sandy bersama Yuli. Sesampainya di sana anggota tim ekspedisi bertambah dua orang, Teguh dan Aris. Aku berangan bahwa perjalnan ini akan sesantai perjalanan ke Papuma. Yah maklumlah kan baru pertama ini.

Saat sampai di kaki bukit taman nasional Meru Betiri barulah tercium aroma perjalanan dan petulngan yang sesungguhnya. Satu-satunya rute untuk mencapai Bande Alit hanya melalui barisan perbukitan ini. Tak ada yang lebih melelahkan selain menunggang kuda besi pemakan bensin ini. Selain bukit yang berkela-kelok. Jalanan pun tak bersahabat. Hamparan bebatuan merupakan jalan terbaik, tak ada jalan beraspal men!

Puncak bukit ditandai dengan portal. Mungkin itu dibuat sebagai penyemangat bagi para pelancong bahwa "Kalian sudah hampir sampai, tinggal separuh perjalanan lagi. Jangan menyerah!" hahaha.

 

Nih ku kasih oleh-oleh video! Yang gak ada dicerita di atas ada di video. Selamat menyaksikan ;)

Posted via email from Nyol's Posterous

Baca Selengkapnya - Ekspedisi Ke Bande Alit

Bidadari Mungil

“Mini... manis kau di mana?”
Duuuk. Karena serius mencari keberadaan Mini si tikus putih peliharaannya di sepanjang kolong, Nando menabrak kepala seseorang yang sedang berjongkok di ujung meja.
“Auuuw.” pekik orang yang beradu kepala dengan Nando.
“Aduuuh.” Nando pun spontan berteriak lumayan nyaring.
Ibu kos yang kebetulan berada di sekitar sana dan melihat apa yang baru saja terjadi bertanya keheranan pada kedua anak muda itu, “Kalian ini sedang main apa toh?”
Nando yang sudah keluar dari kolong meja langsung nyerocos panjang lebar. Begitu sadar kalau belum meminta maaf atas kecerobohannya pada orang yang ditabrak, dia segera beranjak. Tetapi Nando terpaku melihat sosok gadis mungil yang bertabrakan dengannya tersenyum sangat manis tepat di sampingnya.
“Tadi aku kira ada yang memanggil aku di bawah meja, ternyata sedang mencari tikus.” tutur gadis mungil tersebut.
“Maaf ya, tidak sakit kan?” kata Nando sambil nyengir.
“Iya tidak apa-apa kok” jawab gadis mungil itu kemudian pergi dari TKP.
“Makanya kalau punya peliharaan dijaga yang baik biar tidak merepotkan seperti ini.” kata Ibu Kos.
Nando tidak mendengarkan karena masih terheran-heran atas kemunculan gadis mungil tadi di rumah kosnya.
“Itu tadi siapa Bu?” tanya Nando.
“Keponakan Ibu dari Badung, namanya Mini.”
Pantas saja Nando tidak pernah bertemu dengannya. Senyuman gadis mungil itu sangat manis, batin Nando.
“Jangan-jangan tikusmu dimakan kucing kampung yang suka mencuri lauk makanan di komplek kita.” canda Ibu Kos.
Nando langsung terhenyak.
“Miniiiii.......”
oOo
Syukurlah Mini selamat dari keganasan kucing kampung yang sangat meresahkan warga komplek karena kerap kali mencuri lauk sekaligus mengacak-acak meja makan. Mini sama sekali tidak keluar dari kamar tidur. Dia hanya bersembunyi di selah-selah tumpukan barang-barang yang berserakan.
Setelah tragedi itu Nando merasa bahwa mungkin Mini kesepian. Dia butuh teman bermain layaknya dirinya sendiri yang juga butuh teman saat kesepian. Keesokan harinya sepulang kuliah Nando pergi ke pasar hewan dan membeli seekor tikus putih jantan yang olehnya diberi nama Miki.
Keberadaan Miki membuat Mini terlihat lebih ceria di mata Nando. Terkadang Nando membiarkan Miki dan Mini berkeliaran di dalam kamar agar mereka bisa bermain-main di ruang yang lebih lapang. Kebiasaan memanjakan peliharaan seperti inilah yang memicu tragedi Mini hilang beberapa hari lalu.
Nando mengeluarkan Mini dari kandang pada sore hari tetapi dia lupa kalau belum memasukkan Mini kembali ke dalam kandangnya ketika akan tidur. Pagi hari berikutnya dia panik ketika akan mengganti air minum di kandang Mini karena yang ada dihadapannya hanya kandang kosong.
Begitulah keseharian Nando yang pelupa.
oOo
Rumah kos Nando yang sekarang memang nyaman untuk orang yang tidak suka menghabiskan waktu di luar. Ditambah dengan Ibu Kos dan keluarganya yang ramah semakin membuat penghuninya betah berada di sana walau jauh dari keluarga sendiri.
Gadis mungil keponakan Ibu Kos, sejak tahun ajaran baru juga ikut tinggal di sana. Dia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi yang masih satu lingkup fakultas dengan Nando. Anak-anak kos sering sekali membicarakannya. Kadang mereka juga menjodoh-jodohkan Nando dengan gadis mungil itu berdasarkan fakta bahwa mereka berdua satu fakultas dan sama-sama pernah menjadi kembar mayang[[1]] di pernikahan putri Ibu Kos sekitar satu tahun yang lalu.
Dua orang kembar mayang perempuan dan seorang kembar mayang laki-laki selain Nando adalah kerabat. Nando juga tak habis pikir mengapa Ibu Kos meminta agar dirinya mau menjadi pelengkap kembar mayang laki-laki, toh masih banyak anak-anak kos yang lain. Tetapi tidak apalah, sekali-sekali membantu pemilik rumah kos, pikir Nando.
oOo
Sebenarnya Nando sudah lupa dengan gadis mungil keponakan Ibu Kos. Mereka bertemu hanya sekali dan hanya sepintas saja ketika Mini si tikus putih Nando hilang. Tetapi gadis mungil itu berhasil mengingatkan kembali Nando bahwa mereka sudah pernah bertemu sebelumnya.
“Mininya tidak hilang lagi?” tanya gadis mungil di sebelah Nando ketika sedang menunggu giliran dirias.
Nando sudah lupa dengan tragedi itu karena penyakit lupanya yang lumayan akut, juga karena Mini yang beberapa hari ini terkulai lemas di kandang akhirnya hanya menjawab sekenanya saja, “Tidak. Dia sedang sakit sekarang.”
“Oh.” balas gadis mungil singkat.
Kembar mayang pertama selesai dirias. Gadis mungil itu kemudian masuk ke ruang rias. Di ruang tunggu tersisa Nando dan seorang laki-laki muda bernama Dona, keponakan Ibu Kos juga. Mereka berdua ngobrol kesana kemari hingga tak terasa si gadis mungil telah selesai dirias. Pandangan Nando tak sengaja bertemu ketika si gadis mungil keluar dari ruang rias. Sembari berjalan gadis mungil itu tersenyum sangat manis kepadanya. Senyuman itulah yang berhasil membongkar ingatan Nando akan gadis mungil di kolong meja.
oOo
“Aku tidak pernah mengira bahwa hayalan sesaat ketika termenung tidak ada kerjaan kini menjadi kenyataan.”
“Memangnya hayalan apa mas?”
“Bisa jadi menantu Ibu Kos yang punya putri cantik seperti kamu ini. Serasa di film-film.”
“Ah mas bisa saja kalau menghayal.”
“Mini yang mempertemukan kita. Benturan di kepala yang menyatukan kita.”
Pasangan muda yang baru melangsungkan pernikahan beberapa hari yang lalu ini terlarut dalam romantisme suasana langit malam yang bertaburkan bintang-bintang. Mereka duduk di bangku taman belakang vila yang mereka pesan untuk bulan madu.
“Mas dengar ya. Aku mau cerita.” sang istri berkata sambil menyandarkan kepala di dada Nando.
“Sejak pertemuan pertama kita yang unik, aku sudah jatuh hati dengan mas. Kalau dingat-ingat jadi ingin tertawa. Mas Nando mencari Mini di kolong meja. Aku yang merasa dicari pun ikut berjongkok di ujung meja. Tiba-tiba mas Nando menabrak kepalaku. Harusnya aku sebal karena bukan aku yang dicari. Mungkin benturan kepala itu yang membuat aku berbalik seratus delapan puluh derajat jadi suka sama mas.”
Nando tersenyum simpul mendengar cerita yang terucap dari bibir sang istri mungilnya.
“Saat mbak Indy menikah, aku yang bilang ke Ibu supaya menjadikan mas sebagai pelengkap kembar mayang laki-laki. Aku senang karena Ibu mau mengabulkan permintaanku. Tapi seingatku saat itu mas Nando lupa padaku.”
“Aku bersyukur ketika diterima di fakultas yang sama dengan mas. Aku jadi lebih tahu kegiatan sehari-hari  mas di kampus maupun di rumah. Yang paling aku syukuri adalah ketika mas akhirnya meminangku.”
“Mas kok diam saja sih? Dengar ceritaku apa tidak?”
“Bahkan tanpa saling mengucapkan kalimat-kalimat mesra kita sudah punya ikatan batin yang kuat. Aku juga merasakan hal yang sama sepertimu bidadari mungilku.”
Sang istri makin bergelayut manja. Nando pun membelai rambut istri mungilnya.
“Aku tahu bahwa sebenarnya aku ini putri kandung Ibu seminggu sebelum pernikahan Mbak Indy. Mama dan Papa yang sejak kecil aku kenal sebagai orangtuaku mengungkapkan identitasku yang sebenarnya. Ternyata mereka berdua adalah Bude dan Pakdeku.”
“Aku sempat kaget saat mendengar pernyataan mereka tentang diriku. Lalu mereka mengutarakan kegelisahan mereka yang sudah lama dipendam. Sudah sejak enam bulan lalu Papa mengajak Mama untuk segera pindah ke Australia. Tetapi Mama masih bersikeras untuk tetap tinggal kalau belum memberi tahukan padaku tentang identitasku.”
“Aku diberi kebebasan untuk memilih akan ikut dengan siapa setelah peristiwa tersebut. Kemudian aku memutuskan untuk tetap tinggal bersama Mama dan Papa, juga adikku satu-satunya yang merupakan anak kandung dari mereka sampai saat keberangkatan tiba. Atas bujuk rayu Mama yang membuahkan hasil maka Papa lagi-lagi menunda kepindahan ke Australia hingga aku tamat SMA.”
“Seiring waktu aku berusaha menjelaskan kepada adikku yang masih duduk di kelas delapan SMP bahwa aku tidak bisa ikut pindah ke Australia. Berkat bantuan Mama, adikku bisa menerima alasanku untuk tetap tinggal di sini. Aku sungguh senang bisa menghabiskan waktu bersama keluarga yang telah mengasuhku sejak kecil sebelum mereka benar-benar pindah ke tempat yang asing.”
“Aku sedih sekali waktu berpisah dengan mereka.”
Air mata tergenang di pipi sang istri. Nando mengusap butiran air mata istri mungilnya.
“Maafkan aku mas, suasananya jadi sedih. Aku selalu berdoa agar mas Nando senantiasa menemaniku sampai tua nanti.”
Senyuman yang sangat manis tersungging di bibir sang istri. Masih sama seperti pertemuan pertamanya dengan Nando di rumah kos. Nando mengecup kepala istri mungilnya itu dengan penuh rasa sayang.
“Tentu bidadari mungilku.”


[1]  Kembar mayang,  tradisi adat pernikahan Jawa sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran.


Cerita ini pernah aku kirim buat diikutin lomba gitu. Tentu kamu juga tau kan hasilnya gimana. Hahahaha. Kalo menurut penilaian kamu cerita ini seperti apa?

Baca Selengkapnya - Bidadari Mungil