Path Facebook Instagram Twitter Google+

9 Summers 10 Autumns

Sebulan lebih blog ini tak terjamah :( maaf ya blog karena sudah menelantarkanmu.

Kemarin aku ikutan bedah buku om Iwan Setyawan yang judulnya 9 Summers 10 Autumns di Gramedia Expo. Sehari sebelumnya aku sudah sempat melihat dan membaca sinopsis buku itu di meja display buku terbaru saat berada di Togamas. Mari kita simak ceritaku.

 

Pagi hari ketika tengah asyik membuka Goodreads untuk melihat update terbaru buku yang dibaca teman-teman, ternyata salah satu teman baru saja membuat review tentang buku itu. Usai membacanya aku pun membuka halaman profil penulisnya. Pantesan sudah ada di sini lah wong penulisnya juga terdaftar di Goodreads. Tak lama aku pun menambahkan om Iwan sebagai teman. Di profilnya itu ada juga alamat Facebook dan Twitter miliknya. Begitu aku membuka profil Facebook om Iwan, ternyata aku sudah berteman dengannya hehehe (kebiasaan add orang sembarangan :P). Setelah melihat-lihat profil Facebooknya dengan teliti aku menemukan informasi yang bagus sekali! Hari ini om Iwan mau bedah buku di Surabaya. Hohoho betapa beruntungnya aku sempat membuka profilnya. Tak ketinggalan aku buka juga Twitter miliknya. Dan bertanya akan kepastian jadwal acara padanya. Ada dua sesi bedah buku  9 Summers 10 Autumns di Surabaya untuk hari ini, pertama pukul 2 siang di Gramedia Tunjungan Plasa lalu berikutnya pukul 4 sore di Gramedia Expo. Karena malas berangkat siang hari ketika matahari masih menyilaukan pandangan aku memilih untuk datang pada sesi kedua di Gramedia Expo.

Sepulang sekolah dan bermain sejenak di kamar keponakanku Nanda sudah mengajakku untuk mengantarnya ke rumah adik sepupu. Aku bilang padanya nanti saja jam 4, sekalian aku pergi ke bedah buku. Usai mengantarkan dia dan adiknya Ninda ke sana aku pun berangkat. Langit terbungkus awan kelabu tebal, tak ada sinar matahari yang menembusnya. Di tengah perjalanan rintik hujan mulai turun dan hujan lebat baru benar-benar turun ketika aku sudah sampai di Gramex, syukur deh gak kehujanan. Begitu tiba di toko bukunya ternyata acara sudah di mulai. Langsung saja aku mencari tempat duduk yang masih kosong. Setelah melihat orangnya langsung ternyata kecil juga :P hihihi. Sebentar.. aku lupa aku dateng pas om Iwan lagi cerita apa :doh: banyak banget sih yang di ceritain hehe. Aku ceritain yang aku inget aja ya ;).

Dia bercerita bahwa buku itu bukan hanya buku tentang dirinya, melainkan buku tentang seluruh keluarganya. Dia terlahir sebagai anak keluarga sederhana dari sopir angkot di kota apel Batu. Cita-citanya ketika masih kecil hanya satu ingin memiliki kamar sendiri, mengingat keadaan rumahnya yang hanya memiliki dua buah kamar yang berisikan banyak saudara. Sejak kecil om Iwan memang bukan anak biasa. Dia pandai mengatur waktu belajarnya. Tiap hari dia meminta ibunya agar membangunkannya jam 2 pagi agar bisa belajar karena selain dini hari suasana rumahnya pasti ramai dan tidak cocok untuk belajar. Ketika sudah jam 3 maka saat itulah kakaknya yang belajar, bergiliran. Dia bercerita betapa ibunya adalah orang nomor satu yang senantiasa menyemangatinya tanpa kenal lelah. Om Iwan bisa kuliah di IPB setelah menjual angkot milik bapaknya dan berhutang uang pada pamannya. Ketika dia sudah akan menyerah karena tak sanggup menghadapi tekanan ilmu statistika jurusannya dan beban hutang keluarganya, ibunya hanya berpesan "coba dulu." setiap akan menyerah selalu ibunya berpesan seperti itu. Dia juga bercerita betapa bapaknya adalah seorang yang bertempramen tinggi. Pernah suatu hari ketika dia masih kecil, bapaknya pulang kerja dan saat itu juga ibunya meminta uang belanja. Bukan uang yang di dapat malah suara bentakan penuh amarah. Saat itu dia dan saudara-saudaranya hanya mampu bersembunyi di kamar. Ketika pertengkaran sudah berakhir, om Iwan memberanikan diri keluar mencari ibunya. Dia menemukan ibunya di dapur berjongkok sambil menangis. Dia mendekati ibunya. Ibunya meraih tangan kecilnya, menggandengnya dan berjalan keluar masih dengan mata yang basah. Om Iwan menceritakan kejadian itu, matanya berkaca-kaca dan berkata, "Aku gak mau melihat ibuku menangis lagi."

Om Iwan adalah anak ketiga (aku gak tau dari berapa bersaudara :P ). Dia bercerita bahwa kakaknya yang pertama tidak bisa kuliah karena tidak lolos UMPTN akhirnya memutuskan untuk bekerja dulu dan mencoba lagi tahun depan. Ketika tahun depan tiba giliran adiknya atau kakak Om Iwan yang kedua untuk kuliah. Kakak pertamanya mengurungkan niat kuliah demi bisa membiayai kuliah kakak kedua. Ketika tiba giliran Om Iwan yang kuliah, tidak ada yang bisa membiayainya. Karena hal itulah angkot bapaknya terpaksa harus di jual kebetulan saat itu bapaknya sudah tidak menyopir angkot lagi. Dia benar-benar bersyukur memiliki keluarga yang dapat saling membantu kesusahan masing-masing anggotanya. Ketika kuliah kakak keduanya pernah di kirim ke Jepang sebagai siswa pertukaran budaya. Pulang dari sana dia mendapat uang jajan yang dipakai untuk beli tape recorder. Sisa uang tidak dihabiskan layaknya remaja lainnya melainkan untuk mengganti lantai rumah dengan keramik. Om Iwan berkata bahwa hati kakaknya itu nempel di lantai rumahnya. Yang membuat kakak perempuannya terus berjuang tak kenal menyerah juga ibunya. Beliau tak ingin anak-anaknya nanti sengsara seperti dirinya yang bergantung pada suami. Dia ingin anak-anak perempuannya juga bisa cari uang sendiri.

Itulah sedikit kisah tentang keluarga Om Iwan Setyawan, penulis 9 Summers 10 Autumns. Cerita belum berakhir sampai di situ saja. Pegel ngetiknya nih, tunggu lanjutannya ya ;).

Posted via email from Nyol's Posterous

2 obrolan:

Rino mengatakan...

wah ceritanya benar2 buat keluarga sampee terharu aku padahal baru baca bedahan dari seorang teman yang ingin menjadi salah satu jejeran orang yang hebat mantap nyol.

fullowaferstik mengatakan...

hohoho... ayo baca bukunya, No!

Posting Komentar

Habis baca jangan lupa tinggalin jejak ya :D