Path Facebook Instagram Twitter Google+

Sebutir Cerita Ibuku

Ibu pernah bercerita bahwa saat berusia 3 tahun aku pernah terserang penyakit demam berdarah. Ibu benar-benar khawatir dengan keadaanku yang sudah beberapa malam demam tinggi. Di malam ke tiga Ibu mendapat pesan dari seorang kakek lewat mimpi. Beliau menyuruh Ibu segera membawaku berobat. Sontak ibu terbagun dari tidurnya dan segera menghiraukan Ibu dan berkata agar ke dokternya besok pagi saja. Lalu Ibu bercerita akan mimpinya barusan. Akhirnya Ibu dan Bapak pun membawaku ke dokter malam itu juga. Begitu selesai memeriksa keadaanku, dokter berkata pada orangtuaku bahwa telat beberapa jam saja mungkin nyawaku sudah tidak bisa di tolong. Ibuku benar-benar bersyukur telah membawaku malam itu juga. Begitu dipastikan bahwa aku terserang demam berdarah dan harus mejalani rawat inap di sana, Ibu tak pulang ke rumah walaupun tetap tidak bisa menjagaku secara langsung. Melihat, hanya melihatku dari balik kaca yang bisa Ibuku perbuat karena ruangan pasien demam berdarah tidak boleh dijaga. Ketika melihatku meronta ketakutan dan menangis ketika di gendong oleh suster mungkin Ibu ingin sekali menggantikan suster itu dan membelai lembut tubuhku serta berbisik di telingaku agar jangan takut, anak laki-laki Ibu tidak boleh jadi seorang penakut lalu mengecup lembut keningku.

Manusia adalah makhluk hidup yang begitu rapuh. Tanpa bantuan manusia lain mungkin manusia bisa mati.

Masa-masa Taman Kanak-kanak adalah masa emasku. Aku sering ikut lomba mewarnai dan menari. Walau tak pernah satu pun aku mendapat juara tapi paling tidak saat itu lah dimana segenap kemampuan yang aku miliki pernah tercurahkan. Selepas masa itu tak ada kegiatanku di sekolah yang begitu tampak. Perpisahan TK guruku menunjukkan pada Ibuku  bahwa aku termasuk bocah yang lebih senang dengan kesendirian dalam melakukan aktivitas tanpa bergantung pada orang lain. Tapi layaknya anak-anak lain pula, jika ada yang mengajak bermain aku juga bisa berbaur dan bila tidak ada teman yang mengajak maka aku masih bisa bermain dengan diriku sendiri. Atmosfir Sekolah Dasar benar-benar berbeda dengan TK. Aku kurang tangkas dalam berolah raga dan sering terlambat menyelesaikan soal. Aku masuk kelompok D bersandingkan dengan anak-anak yang kurang tangkas lainnya. Ibuku merasa was-was melihat ketertinggalanku di SD dan semakin terpacu untuk terus mengajariku agar tak sampai tertinggal dengan yang lain. Cawu II aku sudah meninggalkan kelompok D dan di cawu III aku berhasil menyabet juara satu di kelas. Saat pengambilan rapor Ibu mendengar dari guruku langsung kekagumannya atas kehebatan hasil gambarku di ulangan kesenian. Gambar itulah yang menjadi tolak ukur atas predikat juara satu yang kuraih. Ternyata akal-akalan Ibu yang sudah mengetahui nilai tambah diriku dalam hal menggambar dan mewarnai dan terus mengasahnya membuahkan hasil yang sangat manis. Tapi seiring berjalannya waktu jika kini kamu menyuruhku menunjukkan kehebatanku seperti masa itu aku tak bisa menjamin hasilnya karena aku sudah tak pernah menekuninya.

Mulailah menemukan kekuatan dalam dirimu karena sesungguhnya yang bisa menolongmu di saat orang lain sudah tak bisa membantumu adalah dirimu sendiri.

Posted via email from Nyol's Posterous

0 obrolan:

Posting Komentar

Habis baca jangan lupa tinggalin jejak ya :D